SwaraSenayan.com. Harusnya yang direkomendasi DPR Komisi VII adalah revisi Kepmen ESDM Nomor 83 K Tahun 2020 tentang harga jual eceran BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan, bukan Kepmen ESDM Nomor 62 K Tahun 2020.
Demikian diutarakan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman kepada media, Selasa (6/5/2020).
Menurut Yusri, Kepmen 83 K tersebut telah menetapkan harga eceran minyak tanah atau kerosen seharga Rp 2.500 per liter dan minyak solar Rp 5.100 perliter.
Selain itu, Kepmen itu juga menetapkan harga eceran BBM khusus penugasan jenis bensin Ron 88 seharga Rp 6.450 perliter.
“Kepmen 83 K ini yang saya anggap bermasalah dan bisa dikatakan bahwa pemerintah terkesan dengan sengaja tidak mau mengoreksi harga BBM khusus Penugasan dan BBM Umum seperti Pertalite, Pertamax series dan Dex Series,” kata Yusri.
Selain itu, kata Yusri, saat harga yang ditetapkan oleh Kepmen ESDM Nomor 83 K, tentu akan bertentangan dengan hasil penerapan harga keekonomian BBM umum sesuai Kepmen ESDM Nomor 62 K Tahun 2020, karena telah menetapkan harga Bensin Ron 88 jauh diatas keekonomiannya, maka kalau diterapkan dengan benar kedua aturan itu tanpa direvisi, bisa terjadi harga BBM Pertamax series lebih murah dari harga BBM Premium 88.
“Harusnya yang direkomendasi oleh DPR Komisi VII kepada Menteri ESDM adalah merivisi Kepmen ESDM 83 K tahun 2020 yang diterbitkan pada 8 April 2020, bukan malah merekomendasi revisi Kepmen ESDM 62 K, supaya tidak semakin acak kadut,” kata dia.
Diutarakan Yusri, karena bahan baku untuk Bensin Ron 88 yang dikenal sebagai BBM jenis Premium di SPBU, merupakan hasil komposisi percampuran antara Gasoline Ron 92 sebanyak 80% dengan Light Naptha ekses kilang sebanyak 20%, dan jika mengacu rata-rata MOPS gasoline 92 yang USD 22,33 dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Rp 15.157 yang terdapat dalam dokumen KESDM, serta harga Light Naptha USD 18 per barrel, maka harga keekonomian Premium Ron 88 adalah sekitar Rp 4.300 per liter.
“Harga minyak solar Rp 4.850 per liter didasari perhitungan MOPS CN 48 USD 28,33 per barel dengan rata-rata kurs Rp15.157 per USD, maka didapat angka Rp 2700 ditambah Rp 1.800 ditambah Rp 300 (margin 10%), maka harga minyak solar adalah Rp 4.850 per liter. Sementara menurut Kepmen 83 K, adalah Rp 5.150 per liter, jadi sementara tak perlu pemerintah memberikan subsidi, malah bisa Pertamina kelebihan keuntungan sekitar Rp 300 perliter” beber Yusri. *mtq