SwaraSenayan.com. Mencermati isi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama, yang saat ini masih di bahas di Komisi VIII DPR RI, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema “Pentingnya Kesetaraan Pendidikan Agama dalam RUU Pesantren.”
Kegiatan FGD ini dilaksanakan Kamis (28/3/2019) di Ruang Rapat Fraksi Partai Hanura, DPR RI, Senayan, Jakarta dan menghadirkan sejumlah pakar dan nara sumber yakni, Dr. KH. Taufikurrahaman (Pemerhati RUU Pondok Pesantren), Dr. H Ahmad Zayadi, M.Pd (Direktur Pondok Pesantren dan Diniyah Kementerian Agama RI), Ir. Hj. Tari Siwi Utami (Anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura), dan KH. Lukman Hakim, MA (Inisiator RUU Pesantren).
Anggota Fraksi Hanura DPR RI, Tari Siwu saat membuka kegiatan FGD ini mengatakan, Fraksi Hanura mendukung penuh RUU Pesantren dan Pendidikan Agama dan memperjuangkan RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU.
“Kami dari Fraksi Hanura mendukung penuh RUU Pesantren dan Pendidikan Agama dan memperjuangkan RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU. Kami juga akan perjuangkan anggarannya nanti bila kelak disahkan,” kata Tari di hadapan peserta FGD di Ruang Fraksi Hanura DPR RI, Senayan, Kamis (28/3/2019).
Direktur Pondok Pesantren dan Diniyah Kementerian Agama RI Ahmad Zayadi mengatakan RUU ini merupakan inisiatif DPR dan diharapkan sebelum DPR periode ini berakhir RUU tersebut sudah disahkan menjadi UU.
Naskah Daftar Identifikasi Masalah (DIM) RUU ini juga sudah dibahas oleh berbagai pihak sebelumnya termasuk kelompok-kelompok lintas agama.
“Kami mengharapkan dukungan pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR RI agar RUU tentang Pesantren dimaksud dapat segera di Bahas dan disahkan pada periode keanggotaan DPR RI tahun 2014-2019 berakhir,” ujar Zayadi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam perkembangannya pembahasan mengenai RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan mengerucut hanya kepada pembahasan RUU tentang Pesantren.
Diberitakan sebelumnya, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) keberatan dengan dua pasal tentang pendidikan umat Kristen di Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama, yakni pasal 69 dan pasal 70.
“Kami melihat, ketika membahas tentang pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, nampaknya RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja. Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi, yang juga hendak diatur dalam RUU ini pada pasal 69-70, sesungguhnya adalah proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia, yang merupakan pendidikan nonformal dan masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja,” demikian salah satu poin dalam pernyataan resmi PGI yang dimuat di situs resmi, dikutip Rabu (24/10/2018).
Kemudian PGI juga menyorot soal syarat pendirian pendidikan keagamaan yaitu memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 orang serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota.
Aturan ini dinilai tak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren.
“Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan ijin karena merupakan bentuk peribadahan,” kata PGI. *SS