SwaraSenayan.com – Ucapan terima kasih dan apresiasi kepada BAKTI Kominfo yang telah memberikan suatu kerja sama dalam bentuk diskusi dalam meningkatkan produktivitas kaum milenial yang pada usia prodiktif di masa pandemi ini tetap bisa berjalan walaupun memiliki keterbatasan tatap muka diungkapkan oleh beberapa tokoh nasional.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Azis Syamsuddin selaku Wakil Ketua DPR RI sebagai pembuka paparannya pada acara Seminar Merajut Nusantara yang digelar oleh DPR yang bekerja sama dengan BAKTI Kominfo dengan tema “Peran Milenial Dalam Membumikan Pancasila Melalui Politik Digital”, yang dilakukan secara langsung secara live melalui Zoom Cloud Meeting dan live channel youtube Swara Senayan di Jakarta pada Jumat (09/07/2021).
Dalam kesempatan tersebut ia mengharapkan kepada para peserta milenial, selain berdiskusi melalui virtual tapi juga bisa berpartisipasi dalam agenda-agenda lain yang tentu melihat situasi dan kondisi di tengah pandemi ini.
“Dalam rangka meningkatkan indeks pembangunan manusia di tengah-tengah pandemi ini pun kita harus berkarya dalam melakukan hal-hal yang terbaik bagi kepentingan daerah khususnya Provinsi Lampung, maupun kepentingan NKRI secara luas sehingga kita bisa menumbuhkembangkan hal-hal yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ucap Azis Syamsuddin yang juga merupakan politisi Partai Golkar saat menjadi pembicara di acara tersebut.
Paparan kedua disampaikan oleh Prof. Henri Subiakto selaku Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya, beliau menyampaikan berbicara mengenai bagaimana pancasila kita bumikan melalui politik digital ini memang sangat relevan di era sekarang. Karena memang saat ini kita terbiasa menggunakan komunikasi digital, seringkali terdapat materi dan konten-konten yang justru bisa bertentangan atau bersebrangan bahkan meracuni pemikiran anak-anak muda yang berbeda dengan konsep kebangsaan kita yaitu Pancasila.
Padahal negara kita ini adalah negara yang luar biasa, negara yang sangat besar yang diistilahkan dengan ‘mosaik indah rainbow of nation’, atau yang berarti suatu bangsa yang seperti pelangi.
“Bhineka Tunggal Ika bagaikan pelangi yang memiliki beraneka macam warna. Bayangkan ada 270 juta rakyat Indonesia terdiri atas 480 etnis dan 700 sub etnis dengan bahasa resminya adalah Bahasa Indonesia, sedangkan terdapat 742 bahasa daerah serta dialek. Juga terdapat 5 agama resmi. Namun menjadi satu dalam wadah bangsa yang bernama Negara Kesatuaan Republik Indonesia yang berdasarkan ideologi Pancasila,” ujar Henri Subiakto.
Pancasila yang dulunya menyatukan negeri dan menjadi wadah kebhinnekaan tiba-tiba di era digital saat ini ada yang mengabaikan dan ada juga yang ingin mengubahnya dengan ideologi-ideologi trans nasional dari negara lain.
“Kalangan milenial dituntut akif di media sosial untuk menjaga nilai kebangsaan, diantaranya dapat dilakukan dengan cara ikut menjaga dan menjadi benteng Pancasila dan NKRI, ikut membangun solidaritas Kebangsaan dan Kebhinekaan, menjadi filter dan benteng ideologi trans nasional atau asing, ikut memperkuat komitmen kebangsaan dengan melawan kelompok radikal dan intoleran dalam komunikasi di media sosial dan lingkungan sosial,” terang Henri Subiakto.
Sementara itu paparan selanjutnya disampaikan oleh Ferdy Fedian Azis, S.H., M.A (Anggota DPRD Prov. Lampung), ia menyampaikan Pancasila adalah dasar berbangsa dan bernegara yang telah diputuskan oleh founding father kita yang tidak bisa diganti dengan ideologi lainnya, karena Pancasila mencakup kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, yang berbeda-beda suku agama dan ras tetapi tetap satu.
“Pancasila harus ditanamkan ke generasi milenial untuk melawan paham radikalisme, serta disebarluaskan melalui platform digital agar Pancasila membumi di Indonesia,” ucap Ferdy Fedian Azis pada akhir pemaparan. *Ndi