SwaraSenayan.com. DPP Hanura sangat menyesalkan langkah Ketua Dewan Pembina Hanura sekaligus Menko Polhukam Wiranto yang diduga mengintervensi KPU.
“KPU jangan ikuti dan tidak perlu tunduk pada perintah Wiranto. KPU harus tetap independen jangan mau diintervensi oleh kekuasaan,” tegas Djafar Badjeber, Direktur Eksekutif Parta Hanura kepada SwaraSenayan sesaat setelah menggelar konferensi pers di gedung City Tower, Jakarta, (6/7/2018).
Dugaan itu muncul setelah Wiranto melakukan rapat koordinasi dengan KPU, DKPP, Kemenkumham, PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung. Apalagi, setelah itu Dewan Pembina Partai Hanura mengirimkan surat instruksi untuk mengikuti tahap pencalegan dengan mengacu SK Menkumham M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekertaris Jendral Sarifuddin Suding.
Walaupun terdapat putusan PTUN, Djafar menilai belum memiliki belum memiliki kekuatan hukum tetap karena Menkumham dan Partai Hanura sudah mengajukan banding sejak tanggal 29 Juni lalu.
“Kami prihatin dan sangat menyesalkan atas sikap Wiranto yang patut diduga keras telah mengintervensi penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Selaku Menkopolhukam, Djafar menilai sangat tidak tepat jika Wiranto mengundang Menkumham, KPU, PTUN, MA secara berbarengan. Langkah ini sudah mencampur adukkan fungsi lembaga eksekutif dengan yudikatif.
“Wiranto itu kan sebagai Menkopolhukam harusnya melakukan tugas-tugas eksekutif sebagai pembantu presiden, jangan malah mencampuradukkan kewenangan lembaga yudikatif dengan eksekutif. Bisa rusak negeri ini kalau begini cara memimpinnya,” tegas Djafar.
Djafar menganggap konflik yang terjadi di Hanura ini akibat restu yang dilakukan Wiranto, sebab sudah hampir 6 bulan, masih saja Wiranto ‘bermain’ di ujung waktu jelang pendaftaran caleg ke KPU. Cara-cara yang dilakukan Wiranto menurut Djafar seperti pola orde baru yang bisa merekayasa, menyetting, membohongi, mengintervensi adalah bentuk abuse of power, dimana kekuasaan politik dijadikan senjata untuk membunuh kebebasan partai politik.
“Sekarang kan jamannya sudah terbuka dan demokratis. Jangan pakai pola-pola seperti itu lagi. Akan kita lawan Wiranto sampai titik darah terakhir,” kata Djafar.
Djafar juga mengungkap urusan dengan Wiranto belum selesai terkait desakan dewan pendiri untuk mengaudit dana pertai selama kepemimpinannya. Djafar menduga terjadi penyimpangan uang partai ratusan milyar yang belum diaudit.
Justru karena sikap Wiranto sebagai Menkopolhukam yang gegabah dan cenderung reaktif terhadap putusan PTUN yang belum memiliki kekuatan hukum tetap inilah yang dinilai Djafar justru berpotensi membuat gaduh situasi sosial politik nasional menjelang pemilu 2019 yang selama ini situasinya relatif sudah aman-aman saja.
“Pak Jokowi harus mengevaluasi Wiranto sebagai Menkopolhukam, kalau perlu pecat saja,” pinta Djafar. *mtq