SwaraSenayan.com. Akumulasi konflik Partai Hanura makin menjadi-jadi. Pasca putusan sela PTUN seakan memberi angin segar bagi kubu Syarifuddin Suding.
Meski diakui politisi Hanura Djafar Badjeber, konflik ini tidak lagi muncul ke publik, tapi ibarat api dalam sekam masih tetap membara. Karena itu, pihaknya tetap melakukan upaya agar seluruh kader Hanura kembali kompak, bersatu membesarkan partai.
‘DPP Partai Hanura dibawah kepemimpinan Oesma Sapta sangat terbuka menerima islah dari Hanura kelompok Suding,” ujar Djafar selaku Direktur Eksekutif DPP Partai Hanura ketika ditemui SwaraSenayan (23/4/2018).
Djafar menerangkan, konflik ini sebenarnya dapat diminimalisir secara kekeluargaan. Tapi dengan mengajukan gugatan ke PTUN, mereka justru melakukan perlawanan yang tidak pada mestinya sehingga menimbulkan ekses negatif bagi seluruh kader Hanura.
“Gugatan tersebut semestinya tidak perlu dilakukan, karena masih ada ruang untuk berdialog. Dari dialog inilah muncul konsensus, dari konsensus itulah rumus politik yang sebenarnya. Bukan membawa nya ke ranah hukum dan publik. Sekalipun ke ranah hukum itu dimungkinkan,” terangnya.
Akibatnya, diakui Djafar, kubu Suding telah melakukan arogansi dan melakukan sabotase kepada seluruh kader Hanura di daerah. Dijelaskan Djafar mereka telah mengedarkan surat untuk tidak menghadiri workshop legislatif Hanura se Indonesia.
“Jelas ini bentuk sabotase dan cara-cara arogansi. Dengan berbekal Putusan Sela PTUN saja sudah merasa hebat. Padahal Putusan Sela itu bukan berarti telah final atau sudah berkekuatan hukum tetap. Tahu diri sedikit dong. Jangan euforia,” tegas Djafar.
Agar tidak berlarut-larut yang menimbulkan kebingungan dari seluruh kader Hanura di daerah, Djafar meminta Ketua Dewan Pembina Wiranto harus bertanggung jawab. Pasalnya, penyelenggaraan munaslub itu tidak bisa lepas dari restu Wiranto.
“Sebagai Ketua Dewan Pembina, Wiranto jangan lepas tangan dong,” kata Djafar.
Permohonan Djafar tersebut didasari oleh sebuah kecintaan dan harapan untuk bersama-sama membesarkan partai yang didirikan Wiranto sendiri. Alasan Djafar kenapa Wiranto dianggap memberi restu kepada kubu Suding adalah masih beroperasinya kantor Hanura di Bambu Apus.
“Bukti restu Wiranto bisa dilihat kenapa kantor di Bambu Apus itu tidak disterilkan. Lihatlah Partai Hanura yang sama-sama sudah kita bangun. Mari bersatu kembali untuk membesarkan partai,” tegasnya.
Djafar mengakui tidak mengkultuskan Oesman Sapta maupun Wiranto. Menurutnya, mekanisme organisasi harus ditaati dan bersama-sama membangun sistem kepartaian yang maju dan modern seiring dengan tuntutan zaman sebagai pilar dalam memajukan kehidupan demokrasi.
Djafar mensinyalir, akibat konflik yang diciptakan ini, mungkin ada pesanan dari pihak lain yang tanpa mereka sadari banyak kader yang jadi korban, energi terbuang sia-sia, banyak pengorbanan moril maupun materiil.
Beredar kabar, Hanura kubu Suding juga telah membuka pendaftaran caleg DPR RI. Menyikapi hal ini, Djafar mengingatkan kepada kader dan publik bahwa kepengurusan yang sah adalah Oesman Sapta sebagai ketua umum dan Herry Lontung Siregar sebagai sekjen nya.
“Perlu disadari dan dimengerti, bahwa calon anggota legislatif yang diterima oleh KPU adalah dibawah kepemimpinan Oesman Sapta dan Herry Lontung Siregar,” tegasnya.
Karena itu, Djafar mengajak dan menghimbau seluruh kader Hanura untuk menerima kepemimpinan Oesman Sapta sampai tahun 2020. Kader Hanura tetap harus kondusif, bersatu padu menghadapi agenda politik 2019.
“Mari saatnya hati nurani bangkit, jaya dan menang,” pungkasnya. *mtq