Penulis: Yusri Usman*
SwaraSenayan.com. Ketuk palu ketua DPR RI dalam Rapat Paripurna atas pengesahan UU Minerba pada 12 Mei 2020, telah menjawab tegas bahwa DPR adalah tuli terhadap harapan rakyat yg notabene pemilik sumber daya alam (SDA).
RUU Minerba telah disahkan, tujuh taipan pemilik PKP2B pasti tersenyum lebar, karena mereka telah mendapat karpet merah dari kebaikan DPR dan atas restu Jokowi lah membuat semua Menteri terkait lebih fokus melakukan pembahasan RUU Minerba daripada mengatasi pandemi covib19.
Pastilah senyum kemenangan para taipan pemilik PKP2B setelah mendapat kepastian perpanjangan menjadi IUPK Operasi Produksi dengan luasan semula yang semua bertentangan dengan pasal 63 dan 75 UU Minerba nomor 4 tahun 2009.
Para taipan saat itu, ibarat seperti pasien koma covib19 yang sudah terpasang ventilator alat bantu pernafasan, karena tinggal tunggu waktu meregang nyawanya, namun mendapat suntikan faksin pasal 169 a, b dan c oleh DPR dalam UU Minerba yang baru disahkan.
Maka wajar kalau rakyat kemudian menilai bahwa DPR dan Presiden lebih berpihak kepada kepentingan ketujuh taipan daripada perusahaan milik negara sendiri.
Ketidak berpihakan Pemerintah dan DPR terhadap perusahaan miliknya sendiri bisa merupakan bentuk kezaliman negara terhadap perusahaan negara miliknya sendiri, kecuali pengendali negara telah tersandera konflik kepentingan dengan kelompok kelompoknya.
Untuk menutupi semua kebusukan itu, muncul sikap wakil rakyat bicara ke media bahwa perpanjangan PKP2B telah memberikan angin segar bagi iklim investasi, karena telah memberikan kepastian usaha, akan banyak investasi dan telah menciptakan lapangan pekerjaan dan penerimaan negara terjamin, sehingga mereka bicara seperti tukang jual obat koyok kemana mana, sungguh ironis.
Harusnya mereka malu diri bersama Pemerintah telah mengorbankan BUMN dan BUMD hanya untuk kepentingan taipan taipan itu, karena kalau BUMN itu dikatakan tak mampu mengelola tambang PKP2B yang tingkat resikonya sangat rendah daripada diharusnya BUMN Tambang itu mencari pinjaman USD 3,85 miliar untuk menambang dibawah tanah yang resiko gagalnya sangat tinggi, termasuk resiko bekerja di blok migas.
Kalau dikatakan BUMN nya tak mampu karena direksinya kaleng kaleng, tentu semua direksi itu hasil seleksi dan ditetapkan oleh Pemerintah serta DPR yang mengawasinya, sehingga alasan konyol yang dibuat oleh wakil rakyat itu sesungguhnya dia lagi membodohi dirinya sendiri.
Padahal dengan melihat besarnya potensi keuntungan bisa diraih cepat dari ketujuh tambang PKP2B disaat pandemi covib19 tidak diketahui kapan berakhirnya, seharunya peluang emas ini diambil oleh negara dengan menugaskan BUMN Tambang mengelolanya untuk membantu Pemerintah harus banyak mengeluarkan uang tak terduga untuk melawan covib 19, ada miliaran dolar Amerika menjadi hilang percuma setiap tahunnya untuk pemasukan bagi negara.
Perpindahan kepemilikan yang terjadi di industri sangat lazim dan transparan serta hampir tak pernah mengganggu kinerja produksinya, kepemilikan ketujuh PKP2B silih berganti sejak beroperasi dari tahun 1980, bahkan ada PKP2B sudah 5 kali berganti kepemilikan, malah produksinya semakin meningkat, malah banyak CEO nya bukan basicnya punya ilmu tambang, hanya mereka punya instink bisnis yang tajam serta pekerja keras dan paham manajemen.
Hanya akal akalan wakil rakyat sontoloyo yang membuat framing busuk kalau tambang PKP2B itu diambil BUMN maka akan hancur. Padahal pasar batubara PKP2B itu telah captive, infrastruktur tambang tidak memerlukan investasi besar, karena sudah mendekati total produksi nasional, tehnologinya juga sederhana sebatas shovel/truck, menjadi sangat mudah untuk dikelola oleh BUMN, bahkan di Kalimantan mantan supir trukpun bisa jadi raja batubara.
Sehingga untuk mengambil alihan PKP2B sebelumnya, hanya sebatas mengganti Dewan Direksi dan Komisaris serta memindahkan alamat kantor, sangat simpel koq, tidak sebodoh yang dikatakan wakil rakyat itulah.
Tengoklah bagaimana proses perpindahan kepemilikan PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia dan PT Berau Coal, bahkan hampir semua dioperasikan oleh saudara kita dari Indonesia, maka pertanyaan apa motifnya wakil rakyat itu memframing kalau dikelola BUMN akan hancur, tapi menikmati CSR BUMN konon kabarnya paling rakus.
Kemudian mari kita liat di neraca PKP2B terhadap “corporate loan” yang besar mereka miliki dengan jaminan pembayaran dari hasil penjualan batubara itu, bisakah dibayangkan apa yang akan terjadi apabila PKP2B itu bisa diperpanjang oleh Pemerintah, maka holding mereka akan menanggung semua beban itu tanpa pendapatan dari tambang PKP2B.Maka tak heran segala upaya mereka lakukan untuk lobby ke istana dan senayan dengan et all cost agar tujuan tercapai, tentu rakyat sudah sangat cerdas membacanya.
Sangat mudah dilihat bagaimana sikap berbeda antara Menteri BUMN ketika dijabat oleh Rini Soemarno dengan Eric Tohir, coba liat sekarang apakah ada seorangpun anggota Direksi BUMN Tambang dan Energi berani komentar soal potensi lahan PKP2B?, apa mau dipecat, emang ini Badan Usaha Nenek Lo ?.
Maka tak heran, kalau Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara KESDM didalam laporan kinerja tahun 2019 setebal 183 halaman yang diterbitkan awal Januari 2020, khususnya Bab 1.5.1 RUU Minerba, hanya sebatas membuat pertimbangan perpanjangan PKP2B generasi pertama menjadi IUPK Operasi Produksi merupakan pilihan paling tepat dan paling menguntungkan bagi negara, tanpa secuilpun membuat simulasi atau kajian peran penguatan BUMN, meskipun Dirjen menjabat komisaris di BUMN Tambang, namun cilakanya didalam laporan itu Ditjen Minerba mengakui bahwa bahwa DIM yang diserahkan Menteri ESDM pada 7 Juni 2019 kepada Presiden RI dan Pimpinan DPR RI adalah DIM hasil pembahasan dengan kementerian dan lembaga terkait tanpa paraf, artinya DIM itu berpotensi bermasalah dari sisi legalitasnya.
Anehnya lagi, ternyata Pemerintah justru tidak menyertakan peran Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Menteri BUMN dan Menteri PUPR untuk berwenang menetapkan Tata Ruang Nasional untuk bersama sama dengan Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri, Menteri KUMHAM, Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian yang mewakili Pemerintah rapat dengan Panja RUU Minerba untuk membahas 938 DIM (Daftar Inventaris Masalah), dan telah mencatat record dunia bahwa pembahan DIM bisa selesai dalam 9 hari kerja, setelah tgl 13 Febuari 2020 Panja RUU Minerba dibentuk, dalam tempo singkat beres semuanya pada akhir Febuari.Jika pembahasan RUU katanya sudah lama, maka mereka bisa dikatakan telah melakukan kebohongan publik.
Padahal hampir sekitar 90 % lahan tambang mineral dan batubara berada tumpang tindih dengan kawasan hutan, perkebunan, pertanian dan pemukiman, dan sekitar 10 % berada di areal pengguna lain.Maka dengan tidak melibatkan Menteri KLHK dan Menteri PUPR terkait penetapannTata Ruang Nasional dan Tata Ruang Daerah, maka dapat dipastikan potensi kerusakan ekosistem lahan kehutanan, pertanian dan perkebunan besar akan terjadi, maka sangat wajar kalau masyarakat peduli lingkungan seperti Walhi, Jatam dan YLBHI menaruh perhatian tinggi terhadap proses RUU Minerba ditenggarai sarat kepentingan taipan, tentu wajar rakyat bertanya apakah bukannya ada faktor kesengajaan atau memang skenario DPR atau Pemerintahkah akibat diloby oleh taipan batubara itu ??.
Belum lagi proses hukumnya RUU Minerba dianggap kontroversial, terkuat jelas dalam pembahasan RUU Minerba ternyata tidak memenuhi syarat carry over dalam prolegnas DPR RI periode 2019-2024, yaitu berdasarkan surat resmi ketua komisi VII DPR RI tangal 20 Januari 2020 kepada Pimpinan DPR RI dan Badan Legislasi DPR RI, menyatakan bahwa bahwa RUU Minerba ini tidak layak menjadi carry over, karena belum sempat dibahas sekalipun Pasal dan DIM pada DPR periode 2014-2019, dan DPD RI juga tidak pernah menyerahkan DIM sesuai amanat UU, apabila Rancangan UU diusulkan DPR, maka wajib bagi Presiden dan DPD RI mengusulkan DIM dan membahas bersama, tentu pertanyaan apakah kita sudah pantas menyebutkan bahwa UU Minerba ini sudah sangat konstitusional?.
Lebih menggelikan lagi, adanya omong kosong wakil rakyat mengumbar kepublik, bahwa UU Minerba yang baru telah memberikan kepastian kepastian divestasi 51% bagi BUMN untuk tambang yg dikuasi asing, itu artinya wakil rakyat itu gak pernah baca pasal 112 di UU Minerba dan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017 yang telah digunakan Pemerintah mengakuisisi divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Tentu sangatlah menyedihkan kebohongan yang diucapkan oleh wakil rakyat menyatakan bahwa BUMN tidak mampu mengelola tambang PKP2B, jelas itu wakil rakyat yang bodoh dan tak tau diri dia makan gaji dari uang rakyat atau taipan?, sebaiknya dia belajarlah sama haji Syam dan Aman Jago bagaimana cara menambang barubara itu, padahal sangat mudah, beda resikonya dengan mengambil minyak diperut bumi dan menambang bawah tanah seperti di Freeport yang beresiko sangat tinnggi saja, PT Inalum dipaksa berhutang USD 3,85 miliar, sementara ada tambang gratis dan mampu memberikan laba besar bagi BUMN dan negara malah dilepas sama taipan taipan, pertanyaan kita masih waras atau sudah pesong ???..
Ini penting rakyat harus tau, bahwa semua pemilik KK dan PKP2B adalah pembangkang terhadap UU Minerba nomor 4 tahun 2009, mengingat pada pasal 169 dikatakan diberikan kesempatan paling lambat satu tahun kepada semua pemilik KK dan PKP2B terhitung UU Minerba diundangkan, untuk menyesuaikan seluruh isi KK dan PKP2B dengan seluruh isi UU Minerba, kecuali soal penerimaan negara.
Negara sangat menghormati kontrak KK dan PKP2B soal luasan dan waktunya sampai berakhir, nah kalau kemudian sekarang ada kalimat harus diperpanjang oleh pejabat dari KESDM sendiri, maka perlu dicheck apakah dia masih sebagai bangsa Indonesia atau sudah pindah menjadi warga negara asing.
Naah, kalau kemudian ada wakil rakyat dan pejabat KESDM sekarang lebih membela kepentingan pembangkang UU Minerba, daripada membela kepentingan BUMN dan BUMD yang memang dibentuk oleh negara sebagai awalnya sebagai lokomotif pembangunan dan ditugaskan oleh negara untuk menjaga ketahanan energi jangka panjang dan rakyat bisa murah membeli listrik karena energi primernya dikelola sendiri oleh BUMN.Tentu tak salah kalau rakyat menuding mereka yang pro taipan itu adalah pejabat sontoloyo.
Mengingat tujuan hakiki pembuatan UU itu adalah untuk mensejahterakan rakyat banyak, bukan malah mau mensejahterakan segelintir taipan, maka tak salah juga kalau sebagian besar rakyat menduga bahwa Presiden Jokowi telah melepaskan tanggung jawab konstitusinya terhadap produk UU Minerba terbaru itu telah melenceng jauh dari konstitusi dan semangat nawacita yang diusungnya. *SS
*Direktur Eksekutif CERI