Oleh: Habiburokhman
SwaraSenayan.com. Sedikit pendapat saya soal kasus-kasus hukum yang dituduhkan kepada Habib Rizieq Shihab. Pendapat saya mungkin bisa benar , bisa juga salah, tapi mengemukakan pendapat bukanlah sesuatu yang salah, dan bahkan dijamin UUD 1945.
Yang pertama soal apa yang disebut- sebut sebagai kasus dugaan penghinaan terhadap Pancasila yang diperiksa di Polda Jabar. Agar tidak salah memahami kita harus baca betul isitilah apa yang digunakan dalam undang-undang yang dituduh telah dilanggar. Habib Rizieq Shihab dilaporkan melanggar pasal 154 a KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.”
Istilah yang disebut dalam pasal 154 a KUHP tersebut “Lambang Negara Republik Indonesia”, Selanjutnya kita harus mencari tahu apa definisi hukum “lambang negara Pancasila”. Definisi tersebut dapat kita jumpai pada Pasal 1 angka 3 UU Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi:
“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.”
Mengacu pada definisi tersebut yang bias dituntut dengan pasal 154 a adalah orang yang menodai “lambang negara” yang berwujud Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, bukan “dasar negara” . Bagi kita yang pernah sekolah SMP tentu kita tahu beda lambang negara dan dasar negara.
Pidato Habib Rizieq yang beredar di media massa sama sekali tidak menyebut lambang negara Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang saya dengar beliau berbicara tentang sejarah dasar negara. Jadi menurut saya Habib Rizieq tidak bisa dituduh melanggar Pasal 154 a KUHP tersebut.
Lantas, kalau toh tidak menghina lambang negara dan tidak melanggar Pasal 154 a KUHP, apakah Habib Rizieq Shibab menghina “dasar negara” ? menurut saya koq juga tidak. Dalam pidato tersebut Habib Rizieq sama sekali tidak mempersoalkan apalagi menghina Pancasila yang menjadi Dasar Negara.
Yang kedua, kasus di Polda Metro Jaya. Yang dipermasalahkan dalam kasus ini adalah pidato Habib Rizieq soal pendapatnya ada gambar palu arit di uang rupiah. Mari kita baca dulu pasal yang dituduhkan yaitu pasal 28 ayat (2) UU Nomor Nomor 11 Tahun 2008 yang berbunyi :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Sederhananya, untuk dapat dijerat dengan pasal ini harus ada ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA. Jadi kebenciannya berdasarkan identitas SARA yang melekat pada individu atau kelompok yang jadi sasaran kebencian tersebut.
Kebencian terhadap terhadap PKI bukanlah kebencian SARA karena PKI bukanlah suku, agama , ras dan bukan golongan dalam masyarakat. Lagipula secara hukum PKI adalah organisasi terlarang dan komunisme juga ajaran terlarang. Kebencian Habib Rizieq terhadap PKI dan Komunisme adalah kebencian yang tidak bertentangan dengan hukum.
Habib Rizieq juga sulit untuk dikenakan pasal fitnah karena menyebut gambar di uang tersebut Palu Arit. Penafsiran terhadap gambar apalagi siluet memang bisa macam-macam. Berbeda dengan penafsiran tulisan susunan huruf yang jelas bunyinya. Sebagai contoh kalau kita melihat gambar angka 5, sebagian orang bisa beranggapan itu huruf s.
Saya masih menyimpan harapan besar saudara-saudara kita di kepolisian bisa melihat persoalan terkait laporan terhadapap Habib Rizieq dengan jernih dan hanya mengacu pada ketentuan hukum yang berkeadilan. *SS