Oleh: Laksma TNI AL (Purn) Bambang Susanto, SH., MH., mantan Kadiskumal TNI AL
SwaraSenayan.com. Mencermati pernyataan Laksda Purn Ponto Sulaeman yang menyatakan bahwa penembakan yang dilakukan oleh KRI Imam Bonjol terhadap kapal Ikan China “Han Tan Cou” dengan nomor lambung 19038 pada tanggal 17 Juni 2016 di wilayah ZEEI perairan Natuna, yang diduga melakukan Illegal fishing, yang menyatakan bahwa:
- Penembakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional pasal UNCLOS 1982 dengan mensittir pasal 73 dan 111.
- Bahwa protap TNI AL hanya berlaku di wilayah laut teritorial.
Menurut UNCLOS 1982, rezim-rezim laut meliputi antara lain:
- Laut territorial
- Zona tambahan
- ZEE
- Laut Lepas
Di wilayah laut teritorial (lebar laut sampai 12 mil laut) berlaku penegakan kedaulatan dan hukum secara mutlak, dan sangat keras karena ini adalah laut wilayah atau teritorial. Jangankan untuk mengambil kekayaan laut melewati laut teritorial harus ijin dari pemerintah negara pantai, untuk kapal-kapal asing dan pesawat udara harus mendapat ijin dari negara pantai. Apabila ini dilanggar, setelah diberikan peringatan dan diabaikan maka negara bisa menggunakan upaya paksa dalam rangka pentaatan pemaksaan.
Di wilayah ZEE, dengan lebar laut (tidak melebihi dari 200 mil laut), negara pantai berhak atas pengelolaan sumber daya alam hayati dan non hayati yang terkandung di dalamnya (Pasal 56 UNCLOS). Sedangkan Negara asing yang akan memanfaatkan ZEE negara pantai, harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara yang memiliki ZEE (Pasal 58 ayat 3).
Oleh karena itu, di Zona Ekonomi Eksklusif dalam hal ini ZEEI berhak melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan hukum negara Indonesia.
Pada peristiwa KRI Imam Bonjol yang melakukan penembakan di ZEEI wilayah perairan Natuna terhadap kapal ikan berbendera China, adalah sudah sangat tepat, tidak ada kesalahan prosedur maupun pelanggaran terhadap hukum internasional maupun tindakan yang dianggap berlebihan karena dilaksanakan sesuai dengan protap TNI AL, meskipun saat itu telah terjadi insiden dengan coast guard China yang akan menghalangi upaya penangkapan 12 kapal ikan China.
Adalah sangat keliru apabila ada yang berpendapat kejadian tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dengan mensittir pasal 73 dan pasal 111 UNCLOS, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Tidak ada 1 ayatpun di dalam pasal 73 dan pasal 111 UNCLOS 1982 yang menyebutkan larangan untuk melakukan penembakan di wilayah ZEEI.
- Bahkan didalam pasal 73 ayat 1 Negara pantai dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, dan menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan konvensi ini.
Berarti negara diberi wewenang penuh sesuai dengan konvensi ini untuk melakukan penegakan hukum sampai dengan proses peradilan. Mungkinkah dalam rangka pentaatan pemaksaan negara tidak menggunakan Power of Authority adalah suatu hal yang mustahil.
- Walaupun dalam ketentuan pasal 73 ayat (2) dan (3) yang mengamanatkan kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dilepas setelah diberikan jaminan dan tidak ada hukuman kurungan maupun bentuk hukuman badan lainnya tidak berarti bahwa dalam rangka penegakan hukum kita menjadi lemah atau diartikan karena laut bebas maka kita tidak boleh menggunakan kekerasan atau senjata.
- HOT PURSUIT (Hak Pengejaran Seketika) pada pasal 111 UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang tata cara melakukan pengejaran. Pasal ini hanya mengatur tentang dari mana dan smpai batas mana pengejaran dapat dilakukan. Pasal ini tidak bisa dipakai sebagai rujukan atau dasar yang mendalilkan KRI Imam Bonjol yang menembak kapal China dipersalahkan karena tidak diaturnya tindakan kekerasan didalam pasal tersebut, dengan demikian KRI Imam Bonjol tidak melanggar ketentuan didalam UNCLOS.
- Permasalahan Protap; Peraturan KSAL Nomor Perkasa/32/V/2009 tanggal 4 Mei 2009 tentang Prosedur Tetap Penegakan Hukum Dan Penjagaan Keamanan Di Wilayah Laut Yurisdiksi Nasional oleh TNI Al pada poin 5 menyebutkan bahwa Zona Yurisdiksi dalam Hukum Laut Internasional menurut UNCLOS 1982 terdiri dari:
- Perairan pedalaman
- Perairan kepulauan
- Laut territorial
- Zona tambahan
- ZEE
- Landas kontinen
- Laut lepas
Sehingga tidak benar atau keliru apabila Protap hanya berlaku dilaut teritorial. Protap berlaku diseluruh wilayah rezim laut Sebagaimana yang kita miliki sesuai dengan UNCLOS. ■dam