SwaraSenayan.com. Beberapa hari belakangan ini, game Player Unknown’s Battlegrounds atau PUBG menjadi perhatian publik Tanah Air. Musababnya wacana Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa haram game populer tersebut. Wajar saja jadi perhatian publik. PUBG yang mulai populer di Indonesia sejak 2018 itu merupakan ‘Game of the Year 2018′ oleh platform distribusi game digital, Steam. Pada pertengahan tahun lalu, dikabarkan bahwa terdapat 400 juta pemain PUBG di seluruh dunia.
MUI Jawa Barat pertama kali yang melontarkan wacana tersebut. Pertimbangan MUI Jabar itu bukan tiada angin tiada hujan. Lembaga ulama itu menilai aksi terorisme di Selandia Baru berpotensi dipengaruhi oleh kegemaran main game online tembak-tembakan. Meski masih pro kontra hipotesa tersebut, informasi fatwa haram itu cepat bergulir di berbagai pihak, mulai dari komunitas gamer, industri digital sampai pemerintahan. Ragam respons soal wacana fatwa pelarangan.
Beberapa tokoh pemerintahan mendukung wacana fatwa tersebut, namun banyak yang meminta MUI lebih saksama dan tak gegabah merilis fatwa haram tanpa ada kajian mendalam. Kubu yang meminta MUI untuk bersabar yakni komunitas game dan olahraga elektronik (e-sport). MUI Pusat kemudian mengambil alih masalah ini. Majelis Pusat itu merespons akan memutuskan hukum PUBG dalam sidang komisi fatwa yang melalui kajian mendalam melibatkan banyak pihak.
MUI Pusat mengundang Kementerian Komunikasi dan Informatika, psikolog, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, asosiasi e-sport Indonesia dan lainnya untuk membahas game berbau kekerasan tersebut. Pengurus MUI berpendapat tidak ada salahnya mempelajari bagaimana game PUBG. MUI akan melihat bagaimana efek memainkam game tersebut. MUI selalu hati-hati karena hal-hal seperti ini tidak boleh sembarangan. Harus dikaji secara mendalam, setelah dikaji oleh komisi pengkajian, baru masuk ke komisi fatwa, baru difatwakan.
Ditengah polemik atas wacana pelarangan terhadap PUBG tersebut muncul sikap yang berani dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Pdt. Tetty Pinangkaan, S.Th dengan menggelar lomba kreatifitas terhadap anak-anak muda dalam memanfaatkan waktu untuk produktifitas, mengasah kepekaan, kerjasama tim dan memupuk jiwa sportifitas melalui kompetisi game PUBG di Bro Coffee Jl. Juanda Kota Palu Sulawesi Tengah tanggal 28-30 Maret 2019.
Menurut politisi Hanura ini, tidak ada dampak mengerikan memainkan PUBG seperti yang dibayangkan, apalagi sampai termotivasi melakukan penyerangan seperti aksi terorisme di Selandia Baru kepada para jamaah yang hendak menunaikan shalat Jumat pada 15 Maret 2019 lalu di Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood di kota Christchurch.
“Saya tidak setuju jika PUBG dilarang, apalagi wacana pelarangan ini dikaitkan terhadap aksi terorisme di masjid Selandia Baru. Kurang tepat jika merelevansikan aksi brutal penembakan dengan efek main game,” papar Tetty ketika dihubungi SwaraSenayan, Rabu (10/4/2019).
Lebih lanjut, Tetty menjelaskan bahwa main game PUBG di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Anak-anak muda bermain PUBG sekadar untuk mengisi waktu luang di tengah kesibukan kerja saja. Makanya, dalih melarang PUBG karena khawatir memunculkan aksi terorisme seperti di Selandia Baru, dianggap berlebihan.
“Karena di Indonesia kepemilikian senjata tidak diperjualbelikan secara bebas, beda sama negara lain. Jadi di Indonesia aman, enggak bakalan ada sipil punya senjata seperti yang digunakan untuk penyerangan tersebut,” ungkap Tetty.
Tetty juga tidak sepakat pelarangan game ini dengan alasan untuk ‘mengharamkan’ PUBG karena mengajarkan kekerasan. Menurutnya, kurang pas kalau mengharamkan PUBG hanya karena insiden serangan teroris mengerikan di Selandia Baru. Menurutnya, perang dan tembak-tembakan yang ada di game PUBG bukanlah sesuatu yang nyata.
“Kalau ada yang berpendapat game seperti PUBG berpengaruh terhadap mental kekerasan, saya rasa sih itu sangat berlebihan. Karena saya melihat ada sisi positifnya yang lebih banyak mendidik kepada gamer,” ujar polisitisi asal Palu ini.
Karena itu, Tetty menilai PUBG tak selalu negatif. Meski di dalamnya mengajak gamer untuk memerangi musuh dengan tembak-menembak, namun ada nilai dari game ini yang positif. Di balik serangan di PUBG terdapat nilai bagaimana pengambilan keputusan bisa cepat, mengontrol refleks dan mengurangi stress, meningkatkan daya konsentrasi, meningkatkan produktivitas, bagaimana menyelesaikan persoalan dan kerja sama.
“Sisi positif dari game inilah yang saya jembatani untuk mengakomodir sekaligus menyediakan panggung buat anak-anak muda kita sebagai ajang kreatifitas dalam mengasah kemampuan memainkan game PUBG,” tegasnya.
Namun, Tetty juga menghimbau kepada anak-anak muda agar tidak ketagihan untuk bermain game ini. Sepanjang gamer mampu mengendalikan diri dan tidak berlebihan bermain, game apa pun termasuk PUBG, menurutnya tidak menjadi masalah apalagi sampai mendorong seseorang untuk melakukan aksi penembakan brutal. *SS