Surat Terbuka Untuk Para Pendemo Bela Kiai di Kudus

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com.  Ribuan santri yang tergabung dalam Aliansi Santri Bersama Kiai (Asmak) menggelar aksi “Bela Kyai” di Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus, Jawa Tengah, Jumat (8/2/2019). Massa dari 15 pondok pesantren (ponpes) se-Kudus ini memprotes sikap dan ucapan politisi Partai Gerindra Fadli Zon yang dinilai sering menghina dan melecehkan kiai NU.

Dalam aksinya, massa menggelar berbagai poster bernada kecaman terhadap Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang dianggap sudah terlalu sering dan keterlaluan dalam merendahkan sejumlah kiyai NU, seperti Kiai Yahya Staquf, Kiai Ma’ruf Amin, dan yang terakhir KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) dengan menulis puisi “Doa yang Tertukar”.

Aksi santri bela kyai ini sebagai bentuk keprihatinan para santri atas kegaduhan yang disampaikan para politisi dengan melibatkan para kiai yang sangat dihormati. Mereka juga menuntut Fadli Zon untuk meminta maaf atas sikapnya karena sudah sering menghina kiai NU.

Menanggapi aksi santri tersebut, Tony Rosyid salah satu alumni pesantren Sarang Rembang membuat surat terbuka untuk para pendemo Bela Kiai di Kudus. Berikut suratnya yang diterima redaksi SwaraSenayan (9/2/2019).

  1. Kita semua, khususnya para santri Sarang, menghormati dan memuliakan Syaikhona K.H. Maemoen Zubair dan seluruh ulama Sarang Rembang. Dan kita semua tak rela dan tak ridho kepada siapapun dan dari pihak manapun yang bersikap dan berperilaku tidak sopan, apalagi merendahkan Syaikhona, juga ulama-ulama Sarang.
  2. Jika ada pihak yang diduga berkata, bersikap atau berprilaku yang tidak sopan atau merendahkan Syaikhona, atau para ulama Sarang, sebagai santri, kita wajib “tabayun“, atau klarifikasi. Meminta keterangan apakah yang dilakukan pihak tersebut sesuai dengan yang kita duga dan prasangka, agar tidak terjadi kesalahan atau fitnah.
  3. Kepada mereka yang terbukti khilaf melakukan kesalahan kepada Syaikhona, atau kepada ulama-ulama Sarang, kita perlu memberi nasehat agar meminta maaf kepada Syaikhona atau ulama-ulama Sarang, karena mungkin yang bersangkutan tidak faham atau tidak mengerti tata krama dan standar moral pesantren. Lalu, kita maafkan sesuai ajaran K.H. Maemoen Zubair untuk selalu berlapang dada dan memberi maaf kepada mereka yang khilaf.
  4. Terkait dengan puisi Fadli Zon, yang bersangkutan sudah melakukan klarifikasi, bahwa yang beliau maksud sama sekali bukan K.H. Maemoen Zubair, tapi pihak yang telah bersikap tidak sopan kepada Syaikhona K.H. Maemoen Zubair. Justru Fadli Zon prihatin terhadap pihak yang telah memperlakukan Syaikhona K.H. Maemoen Zubair tidak sebagaimana mestinya.
  5. Demonstrasi di Kudus terhadap Fadli Zon mestinya tidak perlu ada karena yang bersangkutan telah melakukan klarifikasi ke publik. Hal ini justru bisa menimbulkan kegaduhan yang tidak diperlukan, dan menyebabkan berkembangnya opini yang kurang baik terhadap pesantren Sarang secara umum.
  6. Demonstrasi yang mengatasnamakan “bela kyai” justru rawan disusupi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang dapat menimbulkan perpecahan diantara para santri.
  7. Dalam rangka menghormati dan memuliakan Syaikhona, hendaknya tidak ada pihak-pihak, khususnya para santri yang menarik-narik Syaikhona K.H. Maemoen Zubair dalam kepentingan politik praktis. Terutama untuk kepentingan pilpres saat ini. Ini justru telah menimbulkan perpecahan diantara para santri.
  8. Saya berharap semua santri Sarang dan Muhibbin Syaikhona K.H. Maemoen Zubair lebih matang dan dewasa dalam menghadapi perbedaan, sehingga tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pragmatis jangka pendek dan bersifat duniawi.
  9. Semua santri dan Muhibbin Syaikhona K.H. Maemoen Zubair diharapkan tetap terus menjaga ukhuwah antar santri, ukhuwah islamiah dan ukhuwah kebangsaan demi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. *SS
Ayo Berbagi!