Sistem Kader Partai Berubah Menjadi Perlombaan Jual-Beli Suara, Pemilik Modal Besar Pemenangnya

oleh -64 Dilihat
oleh
banner 468x60

partaiPartai Politik Dibiayai Negara (Seri 2)

Sebuah usulan strategis yang diolah dari Grup Diskusi Peduli Negara I 

banner 336x280

SwaraSENAYAN.com. Partai Politik dalam kondisi saat ini menggunakan basis ideologi dan berada berada dalam sistem liberal. Sistem ini telah merubah demokrasi partisipatif menjadi transaksional. Rekrutmen politik dan manajemen kader menjadi barang langka.

Demikian paparan M. Hatta Taliwang penyelenggara WAG Peduli Negara I kepada SwaraSENAYAN.

Grup WA Peduli Negara I yang terdiri dari aktivis lintas generasi, mantan anggota DPR, anggota DPR aktif, pejabat dan mantan pejabat, dan beragam latar belakang lainnya telah aktif menghimpun masukan dan koreksi terhadap sistem perpolitikan di Indonesia dengan menyorot sistem partai politik yang dibiayai negara.

Lanjut Hattta Taliwang dalam sistem pemilihan anggota legislatif, pola transaksional tersebut membuat partai tidak mampu memberikan jaminan terhadap kualitas anggota legislatif yang terpilih.

Dampak derivatif lain dari pola demokrasi transaksional yang dibangun oleh partai adalah hilangnya sistem kaderisasi dan manajemen kader. Sistem kader berubah menjadi perlombaan jual-beli suara dimana pemilik modal besar akan terpilih dalam sistem ini. Lenyapnya manajemen kader telah membuat harkat dan martabat partai menjadi hina karena segala hal dikalkulasi berdasarkan nilai-nilai hedonisme dan borjuasi yang menyingkirkan kader idealis dan idealisme partai.

Lebih jauh, Hatta Taliwang menegaskan bahwa hal ini telah menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap partai. Hilangnya kepercayaan (distrust) akan diikuti oleh disobedience, malfunction birokrasi, dan berujung pada state failure.

“Kader partai kehilangan harapan dalam memperjuangkan idealisme dan karirnya karena pada akhirnya pemilik modal lah yang akan membentuk aturan main sistem dan menentukan atau bahkan menjungkalkan jenjang karir kader,” paparnya.

Sistem liberal membuat persaingan menjadi laiszes fairy, unlimited, dan unpredictable. Berapa biaya yang harus disiapkan calon legislatif tidak dapat diprediksi karena rivalitas sepenuhnya menggunakan sistem pasar dalam model komoditas kartel.

Akibatnya, Hatta mensinyalir hanya yang memiliki modal terkuat lah yang menang. Ini disebut dengan pesta kriminal kartel suara. KPU dan/atau KPUD tidak bisa diandalkan karena hanya berorientasi pada tabulasi suara, sementara tabulasinya merupakan hasil dari kartel. Sistem kartel yang ganas secara hukum dimaknai dalam pasal “sistemik dan massif” dalam pemilu, pilpres, dan pilkada.

“Pemilik modal yang menguasai partai berpotensi kuat menjadi makelar atau mafia kebijakan,” tegas Hatta.

Karena ketergantungan yang tinggi partai terhadap pemilik modal, maka disinilah Hatta mensinyalir telah terciptalah relasi yang tidak seimbang. Pemilik modal menjadikan partai hanya sebagai komoditi politik.

Termasuk fenomena calon independen (jalur perseorangan) bisa dimaknai sebagai ancaman serius terhadap eksistensi partai sebagai sebuah lembaga. Fenomena itu muncul bukan semata karena lunturnya kepercayaan masyarakat kepada partai, namun juga bisa dilihat sebagai superiornya para pemilik modal.

“Calon independen akan datang langsung kepada pemilik modal karena memahami realitas politik bahwa pemilik modal adalah pemilik partai,” pungkas Hatta. ■mtq

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.