SwaraSenayan.com. Pertamina mengajukan PMN yang diconvert dengan saham PGN untuk mencaplok PGN untuk melakukan pembelian saham PGN yang dimiliki pemerintah, namun hal ini harus seijin DPR, itu jelas dalam dalam Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan jika ada perubahan kepemilikan saham di perusahaan pelat merah maka harus melalui persetujuan DPR.
“Tidak bisa asal-asalan kayak manajemen bromocorah, dalam melakukan merger dan akuisisi PGN oleh Pertamina,” tegas Arief Poyuono Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu kepada SWARA SENAYAN (30/5/2016).
Menurut Poyu, sapaan Arief Poyuono, kalau Rini Sumarno tidak meminta izin DPR ini patut dipertanyakan kepentingannya apalagi PGN adalah perusahaan publik dimana kepentingan pemegang saham publik harus diperhatikan.
“Jadi jangan asal nabrak aturan seenak-enaknya, itu memperlihatkan Menteri BUMN tidak profesional dan sangat kacau dalam mengelola BUMN,” tambahnya.
PGN berstatus perusahaan publik jadi harus tunduk juga terhadap UU Pasar modal bahwa pelepasan perusahaan berstatus terbuka harus ada proses tendernya di Pasal 83 Undang-undang Pasar Modal Tahun 1995 yang diatur lewat Keputusan Ketua Pengawas Pasar Modal No. Kep-85PM/1996 tentang Penawaran Tender, menyebut setiap ada perubahan kepemilikan di perusahaan terbuka maka harus dilakukan penawaran tender.
Penawaran tender wajib alias mandatory tender offers ini dilakukan oleh pemegang saham pengendali terhadap para pemegang saham minoritas. Sayangnya, Rini tidak mau mengomentari soal hal ini meski PGN merupakan perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebelum saham PGN milik pemerintah diakusisi, Poyu menyarankan sebaiknya dilakukan sebuah audit investigasi karena diduga banyak terjadi fraud dan kerugian negara yang mengarah pada tindak pidana korupsi, hal ini terbukti dengan dicekalnya Dirut PGN seoleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan terminal gas apung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU) Lampung, yang merugikan negara sebesar 250 juta US dollar.
“Justru nafsunya Rini untuk mengakusisi saham PGN oleh Pertamina yang akan menggunakan dana PMN patut dicurigai untuk menghilangkan status PGN sebagai BUMN murni dan menjadikan PGN sebagai anak perusahaan Pertamina yang tidak tunduk pada UU Tipikor sehingga Dirut PGN bisa lepas dari jerat UU TIPIKOR oleh Kejaksaan Agung,” tandasnya.
Karena itu, Poyu meminta sebaiknya Kejaksaan Agung menetapkan Hendi sebagai tersangka dan menahannya karena jika hanya dicekal ditakutkan Kejaksaan Agung akan kehilangan banyak bukti.
“Kalau PMN yang diajukan oleh Pertamina hanya untuk mengakusisi PGN, saya rasa DPR harus menolaknya karena kan percuma saja PGN kan milik pemerintah jadi nggak perlu PMN namun tinggal ikut prosedur dan UU Pasar modal saja dalam mengakusisi PGN oleh Pertamina,” kata Poyu.
Karena itu, Poyu mendesak PMN untuk BUMN ditolak semua terlebih dahulu karena dalam APBN P 2016 akan ada pemotongan anggaran sebesar 30 persen. Kalau PMN BUMN dipaksakan maka akan banyak pos-pos anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang terpotong apalagi makin banyak PHK dan daya beli masyarakat yang terus anjlok serta ancaman krisis ekonomi sudah didepan mata. ■mtq