Oleh: Lutfi Sarif Hidayat – Direktur Civilization Analysis Forum (CAF)
SwaraSenayan.com – Makin kesini hiasan dalam politik Indonesia makin beragam. Variasi ini mucul dikarenakan ‘pertunjukan politik’ oleh para ‘lakon politik’ era sekarang ini dan nampak sangat lucu. Lebih-lebih ditahun politik ini meski ‘pertarungan nyata’ masih pada 2019 nanti. Pembacaan terhadap apa yang terjadi saat ini, kemudian memberikan kesimpulan paling tidak terhadap saya. Bahwa politik saat ini makin jauh dari hakikat atau substansi politik itu sendiri.
Pertama-tama ada namanya ‘politik caper’. Di waktu sedang ramai-ramai media memberitakan, lembaga survei merilis, pengamat ber-statement dan netizen menebak tentang siapa Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nanti. Sekarang ini juga muncul istilah caper (cari perhatian) dalam politik. Ialah perlombaan para tokoh politik mendapatkan perhatian dari publik. Hal ini dimaklumi sebab ini bagian dari proses dari apa yang mereka sebut sebagai pengabdian.
Kemudian lebih jauh lagi. Semua perhatian dari publik melalui pemberitaan, media sosial ataupun perbincangan di setiap level masyarakat. Semua diarahkan agar ‘lakon politik’ ini bisa dan selalu menjadi pusat perhatian publik. Saat itulah ia akan seperti artis yang terus mendapat sorotan media dan harapannya popularitas maupun elektabilitasnya merangkak naik. Paling tidak jika tiket Capres ataupun Cawapres tidak didapat, perolehan suara partai politiknya terdongkrak. Ini jika ia berasal dari parpol, sebagai ketua umum misalkan. Inilah yang disebut ‘politik artis’.
Dan jika proses-proses ini terus berlanjut. ‘Lakon politik utama’ akan bekerja dengan ‘politik gaung’. Orang yang masuk jajaran teratas bakal Capres ini akan menampung banyak dari mereka-mereka yang sudah menjadi sorotan masyarakat. Sehingga terkesan bahwa dirinya benar-benar mendapatkan banyak dukungan. Pada saatnya nanti meski bukan dari “para artis” tadi, namun ‘aktor’ lain yang memperolah tiketnya. Mereka sudah pasti akan mendapatkan jaminan porsi-porsi yang pas dalam peta kekuasaan nasional nantinya jika menang dalam ‘pertempuran’. Mereka akan semakin memberikan ‘gaung’nya di tengah arena pertarungan politik nasional.
Sayang kadangkala pertunjukan ini sangat jauh dari tujuan utama dalam berpolitik. Semuanya lepas dari semangat ‘politik substansial’. Politik semestinya berbicara tawaran gagasan dan konsep agar bisa mengatur urusan masyarakat sehingga tujuan-tujuannya tercapai. Bukan berarti ketokohan tidak penting. Hanya saja ketergantungan terhadap siapa dan bukan lagi apa. Pada saatnya nanti akan menimbulkan dampak terpuruknya pengelolaan negara. Tentu semua ini bukan keinginan setiap orang. Meskipun saya pesimis. Bahwa ‘politik substansial’ tidak akan pernah berjalan selaras dengan sistem politik demokrasi saat ini. Itu sih menurut saya. *SS