PILKADA JAKARTA 2017: DARI EMOSI HINGGA REVOLUSI

oleh -257 Dilihat
oleh
banner 468x60

pilgub dkiOleh: Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)

SwaraSenayan.com. Deru campur debu menemani pilkada Jakarta 2017. Luapan emosi dan perjuangan ditumpahruahkan dalam keseharian. Jakarta lautan pilkada. Membara di ibu kota belum mampu dipadamkan rakyat Jakarta. Karakter manusia beragam pula demi mempertahankan diri untuk sebuah eksistensi. Jakarta Hitam, Indonesia Hitam. Jakarta Putih, Indonesia Putih. Gambaran politik bagi negeri ini.

banner 336x280

Tahun 2017 rakyat Jakarta tak ingin kecolongan  lagi. Sempat ditinggal Gubernurnya duduk di Indonesia 1, lalu berganti wakilnya yang dianggap ‘arogan’ oleh warganya. Berbeda dengan pemujanya, seolah dialah penyelamat Jakarta dari segala bencana. Masyarakat selama ini masih silau dengan citra. Polesan media begitu membahana melalui gambar dan berita. Padahal fakta di lapangan berbeda.

Pembuktian emosi warga Jakarta memuncak pada akhir tahun 2016 hingga menjelang masa tenang Pilkada. Konsolidasi elemen umat dalam penolakan pemimpin kafir pun digelar. Aksi-aksi sudah tak terhitung lagi dengan melibatkan harta, tenaga, dan jiwa. Pilkada 2017 menjadi pertaruhan hidup mati warga ibu kota dan rakyat Indonesia. Cukuplah penggusuran dan penistaan agama menjadi bukti kejatuhan orang yang dianggap arogan.

Sejatinya, mata dan telinga rakyat Indonesia saat ini terkonsentrasi di Jakarta. Jika tuntutan masyarakat dan umat dalam keadilan di hadapan hukum tidak terwujud. Satu kata bagi mereka: “REVOLUSI”. Kemarahan rakyat sudah di ubun-ubun. Seruan menghadiri aksi dipompa sedemikian rupa. Sebagaimana panglima perang dalam mengobarkan jihad pada pasukannya. Sentuhan aqidah dan keimanan tampaknya menggerakan orang-orang yang berjiwa peka dan peduli. Kondisi ini belum pernah di alami di negeri ini, semenjak hak-hak politik rakyat digaungkan di hadapan publik.

Gambaran pilkada Jakarta 2017 dimulai dari emosi hingga revolusi. Hasrat yang membahana inilah yang ditangkap penguasa sebagai awal dari kegaduhan hingga kehancuran bangsa. Ibarat ‘nila setitik rusak susu sebelanga’. Pengusa bersama lembaganya menyatakan SIAGA SATU di ibukota. Beberapa kemungkinan terburuk siap-siap diambil. Konflik demi konflik tampaknya tak akan terelakkan. Meja hijau bukanlah jawaban. Karena ini kondisi krusial di lapangan. Revolusi bukan saja sebuah isapan. Bisa pula itu berwujud kenyataan. Berlepas dari emosi dan revolusi, rakyat seharusnya menyadari bahwa perubahan itu suatu yang pasti. Alangkah indahnya jika perubahan itu sebagaimana ditunjukan oleh baginda nabi Muhammad SAW. Tujuannya kita semua mendapatkan berkah dari Allah SWT, bukan sebaliknya malah mendapat bencana.

Jakarta Milik Allah

Siapa pun boleh mengaku sebagai penguasa Jakarta. Apakah itu penguasa dalam pemerintahan? Ataukah penguasa di medan jalanan? Hal yang harus diingat dan menjadi kesadaran semua makhluk bahwa bumi ini termasuk Jakarta adalah milik Allah. Siapa pun tidak bisa menghidar dari itu. Suka atau tidak.

Masyarakat Jakarta adalah manusia biasa. Allah lah pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Manusia harus menyadari bahwa di dunia ini untuk mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah, bukan Tuhan selain-Nya. Kehidupan di dunia ini adalah pengejawantahan dari pelaksanaan hukum-hukum Allah, bukan hukum buatan manusia atau hukum lainnya. Siapa yang mengambil syariah Allah, maka dia akan beroleh berkah. Sebaliknya, siapa yang menjauhi dan menghinakan syariah Allah, maka akan celaka dan sengsara.

Beragam kerusakan dalam segala dimensi kehidupan Jakarta, tidak akan bisa diatasi sekadar menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Kemaksiatan yang ada di Jakarta tidak akan bisa habis, sekadar Gubernurnya galak dan tegas. Reklamasi dan kapitalisasi Jakarta tidak akan usai ketika Gubernurnya super kaya dan dibekingi penguasa. Sekali-kali tidak.

Jakarta butuh syariah. Hitam putih Jakarta ditentukan oleh penguasanya dan sistem yang akan diterapkannya. Bukankah manusia sudah diberi akal oleh Allah untuk mau berfikir hal yang terbaik untuk umat manusia. Jakarta memang harus dipimpin oleh seorang muslim. Aturannya juga haruslah syariah Islam. Sehingga luapan emosi rakyat bisa terpenuhi dengan memuaskan. Revolusi itu pun menuju kepada perubahan sistem dan rezim menuju Islam dengan dukungan tokoh umat, pemilik kekuasaan, rakyat, dan militernya. Semoga ini menjadi pelajaran berharga. Jakarta milik Allah. Jakarta asoy terapkanlah hukum Allah! *SS

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.