Om Kok Tega Nangkap Teman Sendiri Sih? Ruki Bilang: Memang Saya Tega, Itulah Resiko Jabatan Yang Saya Emban

Ayo Berbagi!
Taufiqurrahman Ruki (peci hitam) Saat Silaturahim Sahabat dan Kerabat Eki
Taufiqurrahman Ruki (peci hitam) Saat Silaturahim Sahabat dan Kerabat Eki Pitung

SwaraSENAYAN.com. Lagi, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap oknum jaksa di Kabupaten Subang Jawa Barat pada 11 April 2016. Diduga oknum jaksa tersebut terlibat suap terhadap kasus yang ditanganinya yaitu penyimpangan dana BPJS yang melibatkan kepala dinas kesehatan.

Wajah aparat penegak hukum di Indonesia makin buram dan suram karena penegak hukumnya justru mengotori dirinya dengan nafsu serakah, nafsu ingin memperkaya diri sendiri mulai dari anggota DPR, DPRD, polisi, jaksa dan kepala daerah. Lengkaplah sudah semua lembaga dalam trias politika legislatif, yudikatif dan eksekutif menjadi sumber masalah bagi bangsa Indonesia.

“Korupsi itu disebabkan bukan pada bad people. Tapi sistemnya yang jelek bisa kecemplung orang-orang yang baik sekalipun,” demikian disampaikan Taufiqurrahman Ruki mantan Ketua KPK kepada SwaraSENAYAN (11/4) menyikapi banyak pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.

Ruki menilai kerusakan ini terjadi yang dimulai dari rekrutmen calon kepala daerah. Untuk menjadi pemimpin atau kepala daerah, menjadi anggota DPR/DPRD juga membutuhkan banyak modal uang.

“Sistem kita gak benar, sistem bernegara kita bobrok. Kerusakan ini dimulai dan dipicu dari sistem rekrutmen partai politik,” ujar Ruki disela-sela diskusi Silaturahim Sahabat dan Kerabat Eki Pitung (10/11).

Ruki menambahkan, dengan sistem rekrutmen seperti ini, maka mereka yang duduk menjadi pejabat publik tidak memikirkan rakyat, apalagi berkarya untuk memajukan daerahnya masing-masing. Mereka mikir nya ya balik modal,” tegas Ruki.

Sistem politik yang very-very hight cost (sangat-sangat berbiaya tinggi), menyebabkan pejabat negara terjebak korupsi. Sistem politik di negeri ini juga telah menghasilkan politik dinasty. Bapaknya, Emaknya jadi kepala daerah, lalu Anaknya, Adiknya pun nyalon, dan biasanya sudah punya modal besar, akhirnya terpilihlah politik dynasti.

Karena itu, Ruki mengusulkan untuk terlebih dahulu memperbaiki sistemnya yang rusak tersebut. Jika tidak diperbaiki, maka terpilihlah orang-orang yang rusak, yang punya ambisi kekuasaan memimpin negeri ini.

(baca juga: http://www.swarasenayan.com/liberalisme-telah-membentuk-watak-partai-menjadi-transaksionis/)

“Sistem kita menyebabkan orang baik tereliminir dari dari pusat-pusat kekuasaan, akhirnya yang masuk ke lingkaran kekuasaan ya terjebak korupsi,” kata Ruki.

Untuk itu, lembaga adhoc seperti KPK masih diperlukan ketika aparat penegak hukum justru menjadi sumber masalah bagi pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, KPK harus tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi. Tanpa ketegasan, maka KPK akan menambah deretan lembaga penegak hukum yang mandul.

Ketika Ruki memimpin KPK, dia tak berkompromi. Ada jenderal, gubernur, bupati aktif ditangkapnya. Di zaman Ruki sekitar 70% pejabat negara yang ditangkap itu kenalan dan teman-teman sejawatnya Ruki.

“Sakit nya tuh disini! Ketika anak dan keluarganya menghubungi saya. Om kok tega nangkap teman sendiri sih. Saya hanya bilang, memang saya tega, itulah resiko jabatan yang saya emban,” demikian ketegasan Ruki ketika harus memenjarakan teman-teman sejawatnya. ■mtq

Ayo Berbagi!