SwaraSENAYAN.com. Patut diduga adanya praktek mafia hukum “model Akil Mokhtar” dalam Putusan Sela MK untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 3 TPS Kabupaten Muna.
Demikian disampaikan Iwan Gunawan, SH Koordinator Mahkamah Konstitusi Watch (MK Watch) kepada SwaraSENAYAN (1/4).
Bagaimana tidak, Iwan menganggap putusan MK tersebut semata didasarkan pada ditemukannya satu orang pemilih atas nama Hamka Hakim yang mengunakan hak pilihnya di dua TPS yaitu TPS 4 Kelurahan Wamponiki dan TPS 4 Kelurahan Raha.
Anehnya lagi, lanjut Iwan keterangan Hamka Hakim saat diperiksa di Panwaslu Kabupaten Muna dijadikan sebagai bukti dalam persidangan MK yang diajukan oleh pasangan calon Rusman Emba – Malik Ditu dengan nomor urut dua dalam gugatan di MK.
Dalam keterangan di persidangan MK justru hasil pemeriksaan Panwaslu Kabupaten Muna terhadap Hamka Hakim yang memilih dua kali terhadap pasangan calon Rusman Emba – Malik Ditu di TPS yang berbeda.
“Seharusnya Hamka Hakim yang memilih di dua TPS yang berbeda dalam Pilkada adalah sebuah tindakan kriminal yang seharusnya Panwaslu Muna melaporkan Hamka Hakim ke pihak kepolisian,” tegas Iwan.
Karena itu, Iwan meminta seharusnya MK tidak menggunakan bukti yang diajukan oleh Rusman Emba – Malik Ditu tersebut untuk dijadikan dasar putusan sela untuk melakukan Pilkada Ulang di 3 TPS tersebut.
“Kami menduga hasil putusan sela MK tersebut patut dicurigai adanya Majelis Hakim MK yang menangani Pilkada Muna sudah masuk angin atau melakukan praktek mafia hukum model Akil Mokhtar,” ujar Iwan.
Sebelumnya santer diberitakan di beberapa media bahwa ada anggota Hakim MK dengan initial P diduga banyak melakukan keputusan-keputusan mirip dengan yang dilakukan Akil Mokhtar dalam menangani perselisihan hasil Pilkada.
Karena itu, MK Watch meminta KPK untuk lebih serius memantau sepak terjang Hakim MK initial P tersebut dalam menangani kasus Pilkada.
Iwan mengungkapkan, soal bukti yang diajukan oleh pihak Rusman – Malik yang dijadikan dasar PSU di satu TPS yakni di TPS 1 Desa Morobo yang menurut hasil pemeriksaan Panwaslu yang tidak punya dasar hukum yang kuat, sebab kepala Desa Marobo telah dipidanakan oleh panwaslu karena penerbitan keterangan domisili yang dipersoalkan tersebut.
Namun, anehnya kata Iwan MK tetap menggunakan dalil Surat Keterangan Domisili tersebut sebagai alasan dilakukan PSU di TPS 1 Desa Marobo.
Terkait pelaksanan PSU di tiga TPS di Kabupaten Muna yang sudah di laksanakan juga banyak menghasilkan kecurangan sekalipun pasangan Rusman – Malik kalah oleh LM. Baharuddin – La Pili yang hanya unggul 1 suara.
Dimana dari data yang diterima oleh MK Watch pada 22 Maret 2016 diselenggarakan PSU di 3 TPS sesuai perintah MK. Mulai dari persiapan sampai dengan hari pelaksanan PSU di 3 TPS syarat kecurangan yang dilakukan oleh Tim Siluman pasangan Rusman – Malik.
Begitu juga penyelenggara, Panwaslu dan aparat kepolisian yang tidak netral terjadi secara sistematis dan terstruktur untuk memenangkan Rusman Emba – Malik Ditu yaitu dengan adanya Intimidasi, kekerasan oleh tim terhadap timses dan simpatisan pasangan calon Kepala daerah Muna lainnya dan seakan akan dibiarkan oleh kepolisian.
Iwan juga mensinyalir adanya dugaan terjadi money politik secara massif yang dilakukan oleh tim Rusman – Malik bahkan di-backup oleh panwaslu dan aparat.
MK Watch juga menemukan puluhan orang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari 1 kali, puluhan orang dari luar Kabupaten Muna yang ikut memilih di PSU Pilkada Muna terbukti ikut memilih (pemilih bukti KTP yang berdomisili Banten, Kepri, Kaltim, Kota Kendari, Kota Bau-bau, dan Kab Buton Utara).
Karena itu MK Watch mendesak agar MK melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil PSU Kabupaten Muna yang syarat dengan banyaknya temuan-temuan kecurangan. ■dam