SwaraSenayan.com. Kehadiran media sosial yang berkembang pesat di dunia maya bisa menjadi ancaman serius bagi fungsi media sosial yang semestinya dipergunakan untuk kebaikan, ternyata banyak disalahgunakan untuk menyuburkan api permusuhan, kejahatan virtual, sikap intoleran, dan diskriminatif.
Demikian disampaikan H.M. Ali Umri, SH., M.Kn. selaku Anggota Komisi I DPR RI pada Seminar Merajut Nusantara yang diselenggarakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) di Hotel Graha Kardopa Kota Binjai, Selasa, 30 Juli 2019.
Gelaran yang mengambil tema “Cerdas Bermedia Sosial dalam Menyikapi Hoax dan Ujaran Kebencian Pasca Pemilu 2019” ini menghadirkan narasumber Dhia A. Febriansa, ST., M.Eng. selaku Direktur Layanan Telekomunikasi dan Informatika untuk Badan Usaha BAKTI, Dicky Zulkarnain, SE selaku praktisi media dan owner Plasa 99.
Menurut Umri, pembangunan jaringan internet ke seluruh pelosok negeri yang gencar dilakukan BAKTI dan Kominfo RI harus dimanfaatkan untuk memudahkan telekomunikasi yang dapat mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
“Masyarakat harus bijak dan cerdas dalam bermedia sosial, jika disalahgunakan bisa merusak persatuan bangsa,” ujar mantan Walikota Binjai dua periode ini.
Dengan tersedianya jaringan internet yang tersebar ke seluruh penjuru nusantara, Umri mengapresiasi BAKTI dan Kominfo sebagai mitra kerja Komisi I DPR dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Dalam paparannya, Umri menyinggung dampak negatif dari media sosial, seperti facebook, twitter, whatsapp, maupun instagram justru menjadi instrumen untuk menyebarkan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri karena berurusan dengan masalah hukum melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11/2008.
Untuk menghindari dampak sosial yang menyebar, Umri juga memberikan apresiasi kepada Kominfo RI yang mengambil langkah tepat untuk memblok media sosial ketika terjadi unjuk rasa tanggal 21-22 Mei 2019 pasca Pemilu 2019 lalu.
“Kenapa medsos di blok pemerintah, karena media sosial digunakan sangat massif untuk menyebar hoax dan ujaran kebencian. Pemerintah sudah tepat menutup sementara, karena konten di medsos itu diluar otoritas pemerintah,” ujarnya.
Karena media sosial lebih banyak dimanfaatkan untuk menyebarkan isu-isu negatif, hoax dan ujaran kebencian yang bernada menjatuhkan dan menghina terhadap kelompok lain yang berbeda latar belakang, baik perbedaan suku, bahasa, budaya, agama maupun pilihan politik, Umri mendukung BAKTI dan Kominfo RI yang aktif menggelar program mengedukasi masyarakat dalam meningkat literasi bermedia sosial.
Sementara, Dhia A. Febriansa menyampaikan bahwa tujuan kegiatan “Seminar Merajut Nusantara” ini adalah dalam rangka mengkampanyekan kewaspadaan kepada masyarakat agar tidak terhasut beredarnya berita-berita bohong atau hoax dan ujaran kebencian terlebih pasca pemilu 2019.
“Masyarakat harus mendapat edukasi dan literasi media sosial secara massif atas bahayanya berita bohong / hoax tersebut sehingga nanti bisa melahirkan sikap kritis dan kehati-hatian dalam menyerap arus informasi dalam bermedia sosial secara cerdas dan bijaksana,” kata Dhia Febriansa.
Tugas utama BAKTI adalah penyediaan infrastruktur dan ekosistem TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bagi masyarakat yang didanai dari kontribusi KPU/USO. Konsep KPU/USO Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) / Universal Service Obligation (USO) yaitu membangun Telekomunikasi dan Informatika merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pemerataan jaringan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Tanah Air.
“Internet itu ibarat pedang bermata dua, bisa berdampak positif dan negatif,” papar Dhia.
Menurut Dhia, dampak positif nya bisa untuk informasi, pendidikan, ilmu pengetahuan, bisnis, memudahkan pekerjaan, dll. Sementara, ekses negatif nya dapat memuat kontent negatif seperti pornografi, hoax, ujaran kebencian, fitnah, perjudian, provokasi SARA, pelanggaran kekayaan intelektual, dsb.
Dhia juga mengungkapkan kenapa hoax laku di Indonesia karena rendahnya minat baca. Menurut data UNESCO minat baca di Indonesia itu 0,001 artinya hanya 1 orang dari 1000 orang yang baca buku. Hal ini dikonfirmasi melalui hasil studi “Most Litered Nation in the World” yang dilakukan Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara paling rendah minat bacanya.
“Dari beberapa penelitian, minat baca rendah tidak terjadi hanya pada orang yang berpendidikan rendah, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi pun juga ikut menyebarkan hoax dan kena hoax,” ungkap Dhia Febriansa.
Untuk menumpas informasi palsu alias hoax yang terus beredar di masyarakat, Kominfo RI memperkenalkan sosok “Miss Lambe Hoaks” yang berperan membahas seputar misinformasi di dunia maya ditayangkan rutin setiap minggu melalui saluran media utama GPR TV dan akun resmi media sosial KOMINFO yaitu YouTube KemkominfoTV, Instagram @kemenkominfo, Twitter @kemkominfo, dan laman Facebook Kementerian Komunikasi dan Informatika. *MTQ