Oleh: Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi
BAGIAN 4
SwaraSenayan.com. Orang tua kita memang telah mewariskan sejumlah nilai, tapi mari kita cermati. Bukankah yang diamanatkan hanyalah nilai-nilai dasar (Intrinsik). Maka menjadi kewajiban bagi generasi penerus untuk merumuskan nilai-nilai terapan sesuai dengan tuntutan jaman masing-masing generasi. Disinilah pentingnya nilai-nilai luhur yang ada di Pembukaan termasuk Pancasila dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD kita.
Founding Fathers karena tergesa-gesa alias darurat belum sempat mengerjakannya dan 4 kali amandemen lebih banyak tarik-menarik kepentingan sehingga belum seutuhnya mengubah platform dari otoriter ke demokrasi yang berdasarkan Pancasila.
Sementara itu, sejalan dengan tuntutan globalisasi, Indonesia tidak punya pilihan kecuali melakukan “corporate restructuring” menuju model BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat) yang bertumpu pada People Cybernomics. Dimana sentra-sentra produksi masyarakat diorganisir dalam sebuah jaringan perdagangan dan keuangan yang berbasis teknologi informasi telekomunikasi, sehingga terbentuk jaringan pasar lokal, nasional dan menjangkau juga global. Sektor swasta terbuka untuk berbagai inovasi baru dari para entrepreneur yang kreatif dan kompetitif secara global.
Untuk menuju kesana, para pengusaha besar yang berpengalaman, dapat bersinergi dalam model “business-linkage” dengan sektor usaha kerakyatan tadi secara “win-win”. Melalui skema penjaminan dari pengusaha yang berpengalaman sehingga usaha kerakyatan layak mendapatkan fasilitas permodalan perbankan.
Dengan demikian, semua komponen masyarakat hidup secara harmonis dalam bingkai Korporasi Indoesia Baru (The New Indonesia Incorporated).
BUMR merupakan perwujudan baru dari penggabungan unsur BUMN, Koperasi dengan state-of-the-art management, teknologi dan model bisnis serta rekayasa keuangan. Prinsip dasar BUMR adalah non profit, dalam arti keuntungan yang didapat haruslah dikembalikan ke publik sebagai pemilik BUMR, baik dalam bentuk pengembangan investasi ataupun untuk pengurangan harga / biaya (payment) yang harus ditanggung oleh konsumen yang tidak lain adalah rakyat itu sendiri.
Sudah barang tentu untuk membangun BUMR tidak mungkin dilakukan melalui perbaikan secara parsial, namun haruslah dilaksanakan secara holistik.
Dengan membandingkan sistem ekonomi sosialis, dimana pengelolaan infrastruktur publik seperti jalan, air minum, pendidikan, obat-obatan dan layanan kesehatan, telekomunikasi dan lain-lainnya diselenggarakan oleh BUMN sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Sementara itu dalam BUMR, rakyat dilibatkan dalam pengelolaan infrastruktur publik. Dalam artian rakyat disamping sebagai pengguna sekaligus sebagai pemilik.
Konsep BUMR juga berbeda dalam sistem ekonomi liberal, keuntungan yang didapat oleh korporasi hanya akan dinikmati oleh pemegang saham, dan kepentingan publik diatur secara tidak langsung melalui pajak dan pungutan lainnya. Karena dalam BUMR rakyat secara langsung ikut menikmati keuntungan yang didapat dari bisnis tersebut.
Contoh lain dalam pengaturan sistem logistik nasional, dengan ICT sentra-sentra produksi di tiap regional katakanlah kabupaten atau bagian dari kabupaten dirangkai dengan pasar dalam satu jaringan yang di back-up sistem perbankan. Masing-masing jaringan di kabupaten tersebut dirangkai dalam skala provinsi maupun nasional yang kesemuanya berbasis pada ICT.
Sedang sistem penjaminan bagi sentra-sentra produksi itu sendiri diberikan oleh perusahaan swasta berpengalaman yang terkait didalamnya. Penjaminan model ini akan membuat perbankan merasa nyaman untuk memberikan modal kerja dan pinjaman. Dan dengan adanya keterkaitan (linkage) dalam penjaminan oleh pengusaha besar kepada usaha kerakyatan maka akan terjadi simbiose mutualistis (win-win) diantara keduanya.
Dengan rancang bangun perekonomian yang demikian, maka bangsa kita akan masuk dalam era baru yaitu era kesetaraan di bidang ekonomi yang ikutannya adalah kesetaraan dalam bidang politik. Disanalah dapat membangun demokrasi dalam arti kedaulatan rakyat (hak tertinggi untuk mengatur negara) dapat diwujudkan tanpa tirani. Kelak akan terwujud kebebasan (liberal) dalam arti yang sesungguhnya, yaitu kebebasan bagi segenap rakyat Indonesia dalam kesetaraan.
Sehingga liberalisasi yang kita laksanakan bukanlah liberalisasi tanpa kesetaraan ibarat mencampur antara “kambing dan macan”, sebagaimana yang kita kembangkan selama ini.
Sementara di negara asal paham liberalisme sendiri, sudah memberi perlindungan kepada si kecil yaitu dengan Undang-undang Anti Monopoli, anti Dumping dan sejumlah Undang-undang proteksi lainnya.
Kemajuan Teknologi Informasi Komunikasi bisa mendorong revolusi sosial melalui revolusi senyap (silence revolution). Keberhasilan Revolusi Teknologi Informasi Komunikasi yang bisa mendorong diterapkannya “Blue Ocean strategy” (menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya, sehingga kompetisi tidak lagi relevan) secara sadar atau tidak sadar terabaikan oleh bangsa kita.
Padahal kedepan rakyat perlu memiiliki alat untuk mengorganisir diri melalui sistem manajemen yang berbasis pada teknologi informasi komunikasi (ICT). Dan yang terpenting, pesan yang disampaikan dalan strategi samudra biru adalah sikap kepemimpinan, yang harus pandai mengubah segala macam persoalan dan kendala sekalipun menjadi peluang dan tantangan. Disini perlunya visi dan misi pemimpin yang tegas dan berwawasan.
Ekonom penerima Hadiah Nobel, Jospeh Stiglitz juga mengkritik bagaimana proses globalisasi dikelola oleh IMF sebagai telah menciptakan kemiskinan dan gejolak sosial dimana-mana, namun ia percaya, bahwa globalisasi itu sebenarnya bisa menguntungkan negara kaya maupun miskin. Kaum miskinpun bisa memanfaatkan globalisasi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. (Bersambung Bagian 5). ■ss