Menanti Kiprah Sang Reformis Merajut Koalisi Ummat

Ayo Berbagi!

Oleh : Insanial Burhamzah

SwaraSenayan.com – Sebuah sangkar  besi

tidak bisa mengubah rajawali

menjadi se-ekor burung Nuri,

 

Sebuah  kekuasan yang anarkis,

tidak bisa mengubah sorang  Reformis sejati,

menjadi hamba rezim itu

 

Ketika seorang Mahatir yang berusia 93 tahun mengabaikan kendala usianya,  pada saat rakyat bangsanya memanggilnya. Maka fenomena  Amin Rais akan menjadi muara harapan  baru KOALISI UMMAT DAN BANGSA untuk mencegah  NKRI  punah  oleh tangan-tangan jahil pengkhianat bangsa

#2019GantiPresiden

Pendahuluan

Kita berada pada ketegangan besar akibat berbagai kepentingan gobal yang telah berhasil menempatkan bonekanya di negeri ini, sehingga kedaulatan NKRI telah berada diambang kepunahannya.

Bung Karno sudah mengingatkan kita bahwa betapa strategisnya kawasan Asia Pasifik kelak kemudian hari:

“Bahwa Asia-Pasifik akan jadi pusat-nya dunia, perang lautan teduh adalah babak pembuka Kemerdekaan Asia Raya. Kelak Eropa hanya jadi benua tua yang sakit-sakitan sementara Asia Pasifik akan tumbuh bak gadis molek yang menghantui setiap pikiran ‘lelaki.”

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, agenda srategis AS lewat Council of Foregin Relations (CFR) dan Rand Corporation. Memprediksi Indonesia akan menerima takdirnya sebagai mangsa pertarungan Global AS-Cina di Asia Pasifik.

Sebab, pasca runtuhnya komunisme di Rusia, konstelasi politik negara-negara barat mengalami pergeseran yang cukup ekstrim, dimana diskursus terhadap dinamika Islam dianggap ancaman terhadap kemapanan barat, menyongsong dimunculkannya ide kebangkitan kekhilafaan Islam. Sehingga dialektika terhadap Islam terus mengalami tesis, anti-tesis dan sintesis. Yang pada gilirannya tidak dapat dipungkiri lahirnya konspirasi global untuk melemahkan Islam. Antara lain agenda adu-domba terhadap se sama Islam, yang mengangkat masalah khilafiah sehubungan perbedaan Mashab Islam yang selama ini berada pada strata toleransi, kini berubah menjadi medan antagonisme. Akibatnya Timur Tengah bergolak terus dan bahkan semakin memanas. Demikian pula Indonesia dalam dua decade terakhir sedang memasuki fase tersebut.

Bahkan, sudah ada yang menyarankan agar mayoritas Islam di Indonesia untuk berserah diri saja menerima takdir Geopolitik Indonesia di Tengah Pertarungan Global AS-Cina di Asia Pasifik dan menjadi mangsa invasi China yang saat ini telah melancarkan perang “Asimetris” di Indonesia. Kelompok yang ingin meyerah ini justru yang mengendalikan kekuasaan saat ini. Mereka telah membangun kerjasama strategis yang lebih luas dengan China, mencakup ekonomi, budaya dan Politik. Secara sepintas lalu kelihatannya ide yang bijak. Namun, melihat fenomena dominasi China di Angola, dimana eksodus pekerja asal China mendominasi proyek-proyek infrastruktur. Para pekerja lokal termarjinalkan dengan alasan efisiensi kerja. Yang mana hal ini sedang berlangsung juga di Indonesia. Demikian juga kasus invasi China di Turkistan. Maka, saran untuk kerjasama dengan China, terkesan menjadi pilihan “bunuh diri”.

Persaingan global Amerika Serikat (AS) versus Cina di kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara, semakin menguat, sebagaimana diprediksi oleh Dr Samuel Huntington penulis buku the Clash of Civilization pada dekade 1990-an. Tren persaingan global antar AS versus Cina-Rusia, telah bergeser dari kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah, ke kawasan Asia Pasifik. Artinya, Asia Pasifik akan menjadi “Medan Perang” baru yang namanya perang Asimetris. Dimana, Indonesia, otomatis akan menjadi “Sasaran Arena Pertarungan” oleh  negara-negara adidaya tersebut.

Kita tentunya tidak akan mau menerima nasib, tanpa perlawanan, menghadapi proses Devide Et Impera oleh konspirasi global yang menggunakan kaum munafiq pengkhianat bangsa melawan bangsanya sendiri. Sebagaimana, fakta sejarah yang melampaui setiap perdebatan kebijakan yang kini berlangsung. Dimana hubungan antara Islam, Barat dan Komunis yang ada selama ini, mencakup berabad-abad koeksistensi dan kerja sama, tapi juga konflik dan  perang yang bernuansa agama, sering tidak terhindarkan.

Perang Asimetris Tiongkok Di Indonesia

Perang Asimetris. Berdasarkan kajian dan diskusi intensif di Global Future Institute, Perang asimetris merupakan metode peperangan gaya baru secara nirmiliter (non militer), tetapi memiliki daya hancur tidak kalah hebat bahkan dampaknya lebih dahsyat daripada perang militer.

Ia memiliki medan atau lapangan tempur luas meliputi segala aspek kehidupan (astagatra). Sasaran perang non militer tidak hanya satu atau dua aspek, tetapi bisa beragam aspek. Ia dapat dilakukan bersamaan, atau secara simultan dengan intensitas berbeda.

Sasaran perang asimetris ini ada tiga: (1) membelokkan sistem sebuah negara sesuai arah kepentingan kolonialisme, (2) melemahkan ideologi serta mengubah pola pikir rakyat, dan (3) menghancurkan food security [ketahanan pangan] dan energy security [jaminan pasokan dan ketahanan energi] sebuah bangsa, selanjutnya menciptakan ketergantungan negara target terhadap negara lain dalam hal food and energy security”.

Kita boleh saja membaca dan menjadikan referensi literature pada tren global tersebut. Dan mungkin kita juga sudah merasakan dampak perang asimetris yang dilancarkan China beberapa decade ini. Tetapi, kita tidak berharap prediksi Dr Samuel Huntington dan presikdi kisah “Ghost Fleet” benar-benar terjadi. Oleh karenanya kita tidak boleh ada kata  “menyerah” dan mematahkan semangat juang ummat menghadapi invasi China tersebut, tentu kita harus memiliki ikhtiar dan doa. Sebab, sebagai bangsa Indonesia yang mayoritas muslim kita harus yakin bahwa kita wajib ber Ikhtiar tanpa pernah mengenal putus asa, sebab, sesungguhnya kepastian itu hanya milik Allah SWT., yang maha kehendak atas segalanya.

Koalisi Ummat

Semenjak Islam kehilangan tonggak kekhilafahan, kaum muslimin terombang-ambing tanpa kepemimpinan yang terpusat. Segala bentuk skenario ini memang dibuat musuh-musuh Islam agar kaum muslimin tercerai berai dan teracuni dengan isme-isme yang dihembuskan musuh Allah.

Hal ini juga sangat berdampak pada izzah kaum muslimin yang makin lama makin merosot. Kita selalu dijejali dengan berita-berita umat Islam yang teraniaya di berbagai belahan dunia. Darah-darah muslim sangat mudah tertumpah karena hilangnya supremasi kepemimpinan Islam yang dulu sangat ditakuti.

Saya mengakui bahwa perubahan tidak dapat terjadi dalam semalam. Saya tahu sudah banyak upaya perlawanan dari  pihak petahana terhadap tagar #2019GantiPresiden, tetapi tidak ada satu alasan kuat yang mampu menghapus ketidakpercayaan rakyat yang terpupuk selama 4 (empat) tahun terakhir, bahkan media mainstream yang dikendalikan rezim ini pun tidak mampu menghadapi pertanyaan rumit social media yang digerakkan oleh solidaritas spontan para Muslim Cyber Army, sehingga koalisi perjuangan ummat sampai  bisa sampai ke titik ini.

Pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dengan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab di Mekah, melahirkan Koalisi Keumatan. Nama koalisi umat itu merupakan usulan Habib Rizieq ke Prabowo untuk menantang Jokowi selaku petahana pada Pilpres 2019.

Sejauh ini, ada empat partai yang tergabung dalam koalisi umat, yakni Gerindra, PKS, PAN dan PBB. Saat ini, keempat partai tersebut tengah mengajak Partai Demokrat dan PKB untuk bergabung.

Kita harus dapat secara terbuka mengatakan kepada satu sama lain hal-hal yang ada dalam hati kita, dan yang seringkali hanya diungkapkan di belakang pintu tertutup. Harus ada upaya yang terus menerus dilakukan untuk mendengarkan satu sama lain; untuk belajar dari satu sama lain; untuk saling menghormati, dan untuk mencari persamaan. Sebagaimana kitab suci Al Qur’an mengatakan, “Ingatlah kepada Allah dan bicaralah selalu tentang kebenaran. Sebagaimana disampaikan Pak Amien Rais, bahwa kita harus melakukan dan berbicara berdasarkan nilai-nilai kebenaran yang lahir dari semangat merajut persamaan kebangsaan dan ummat. Sebab beliau ber keyakinan bahwa kepentingan yang sama-sama kita miliki sebagai umat  yang merdeka jauh lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan yang ingin memisahkan kita.

Kita akan berhadapan dengan pro-kontra, terkait visi besar membangun Koalisi Ummat. Sekalipun kita sudah bisa membuktikan bahwa ide itu benar, ketika kita memenangkan Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017 lalu. Sebab, membangun koalisi ummat adalah sebuah pekerjaan menyatukan hati ummat. Jika Allah yang mengendalikan detak jantung miyaran ummat manusia dan mahluk hidup lainnya yang menghendaki, maka tidak ada yang tidak mungkin.

Selama ini kita seringkali tidak melakukan sesuatu karena kita takut berbuat kesalahan sehingga kita abai bahwa kesalahan adalah bila kita tidak berbuat apapun pada hari ini. Kenyataannya adalah apapun yang kita lakukan hari ini punya dampak persoalan di masa depan. Sebagaimana Mahathir buktikan di negerinya. Oleh karena itu, tidak boleh lagi ada alasan yang menghalangi kita untuk membangun KOALISI UMMAT.

Selama hubungan kita ditentukan oleh perbedaan-perbedaan kita, dan kita masih mengedepankan ego sectoral, ego Partai dan ego golongan, maka kita hanya akan memperkuat boneka asing yang telah menyebarkan kebencian bukan perdamaian di negei ini, mereka yang mempromosikan konflik bukan kerja sama yang dapat membantu semua rakyat kita mencapai keadilan dan kemakmuran. Saatnya ego primordial tidak menjadi lingkaran kecurigaan dan permusuhan diantara ummat, kila kita imgin #2019Ganti Presiden, bisa terwujud

Jadi, apa yang kita tunggu? Ini adalah masa bagi generasi kita untuk mendefinisikan kembali untuk merebut kesetaraan global, bukan menjadi mangsa pada pertarungan GeoPolitik Global. Oleh karenanya, kita harus memulai semuanya dengan #2019GantiPresiden, jika kita tidak ingin kisah “Ghost Fleet” menjadi kenyataan.  Hari ini, kita menghabiskan anggaran lebih banyak untuk kepentingan asing dan kroni rezim ini, ketimbang mengurangi angka kemiskinan, pengangguran dan busung lapar. Namun, kita rasakan semakin jauh dari upaya memperbaikinya, Kecuali kedaulatan bangsa kembali kita rebut dari boneka  antek asing itu.

Terciptanya Koalisi Ummat berada dalam jangkauan kita, pasca aksi bela Islam. Mari kita wujudkan koalisi Ummat, tanpa melihat perbedaan-perbedaan kecil diantara kita, sebab taruhannya adalah keberadaan NKRI yang terancam punah, bila sekali lagi kita gagal #2019GantiPresiden. Mari kita lakukan hal-hal besar, tak hanya demi menciptakan kemajuan, tapi untuk menciptakan tujuan merebut kembali kedaulatan di negeri sendiri, menuju kesetaraan global dengan bangsa lainnya.

Menanti Sang Reformis

Kekuatan petahana saat ini didukung uang yang sangat besar seakan tanpa batas, ditambah aparat yang seharusnya lebih loyal pada negara, namun di sandera oleh money politic agar lebih loyal padanya. Demikian pula hampir semua media mainstream dalam kendalinya. Sehingga hukum nyaris hanya berpihak pada petahana. Sementara Ummat Islam meskipun mayoritas atau lebih dari 85% dari populasi penduduk Indonesia. Tetapi hanya di tempatkan dalam ketidak berdayaan menghadapi penetrasi asing dan aseng. Keadilan tergadai dan hanya milik pemodal besar yang membayar para koruptor dan KOMPRADOR (pribumi munafiq yg di bayar oleh para pemodal besar atau perwakilan asing)

Kita tidak dapat bertindak gegabah mendukung tokoh yang tidak dapat legitimasi ummat, guna menghadapi Petahana. Sebab, taruhannya punahnya NKRI, sebagaimana prediksi fenomena China Komunis yang sudah melakukan “invasi” tenaga kerja yang bukan tidak mungkin adalah tentara yang bersembunyi dibalik peran tenaga kerja.

Hanya koalisi ummat Islam satu-satunya kekuatan yang paling memungkinkan melakukan perlawanan dan menumbangkan patron petahana. Dan yang dapat merajut koalisi ummat saat ini adalah hanya tokoh yang lahir dan menjadi anak kandung ummat, sehingga memiliki kedekatan emosional yang kuat dengan ummat Islam.

Bangsa ini sedang menanti hadirnya pemimpin yang dapat merajut koalisi ummat guna membangun kebersamaan bangsa, menghadapi penjajah abad 21. Dari sejumlah tokoh ummat yang ada yang paling memenuhi panggilan hati ummat adalah pasangan bapak *Amien Rais, selaku bapak Reformasi Indonesia dengan Bapak Prabowo Subianto.

Tentu saja, mengenali persamaan kemanusiaan kita hanyalah awal dari tugas kita, sebagai fase awal perjalanan sejarah bangsa untuk dapat terbebas dari kendali antek konspirasi geopolitik global. Namun, kata-kata saja tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyat kita. Kebutuhan-kebutuhan itu baru terpenuhi jika kita bertindak berani di tahun-tahun mendatang; Dan kita harus bertindak dengan pemahaman bahwa tantangan-tantangan yang kita hadapi adalah tantangan bersama, dan kegagalan kita mengatasinya akan merugikan kita semua.

Keprihatinan Dan Kecemansan Syarwan Hamid

Menghadapi fenomena ancaman kepunahan bangsa ini, ternyata melahirkan keprihatinan dan kekhawatiran yang amat mendalam terhadap seorang Letjen TNI AD (Purm) Syarwan Hamid (mantan Kasospol TNI dan mantan Mendagri era Habibie). Beliau menemui beberapa tokoh antara lain Pak Prabowo Subianto, pak Amien Rais dan sejumlah tokoh aksi bela Islam lainnya. untuk mendapatkan masukan. Namun, kekhawatirannya semakin memuncak, mengingat petahana yang didukung “amunisi” besar dan sedang mengendalikan kekuasaan seakan tidak tertandingi oleh tokoh oposisi yang ada saat ini.

Beliau terinspirasi kemenangan Mahathir yang didukung koalisi ummat di Malaysia. Beliau sadar bahwa Koalisi Ummat, hanya dapat di rajut oleh tokoh yang lahir dan dibesarkan oleh organisasi Islam. Oleh karena itu, beliau kembali menemui “membujuk” pak Amin Rais untuk menganulir pernyataannya yang menyatakan tidak mau lagi terlibat langsung sebagai kandidat dalam Pilpres 2019 akan datang. Dan demi terwujudnya Koalisi Ummat pak Syarwan bersama sejumlah Pati TNI dan tokoh lintas Partai meminta pak Amien Rais “turun gunung” untuk memenuhi panggilan ummat guna menyelamatkan nasib bangsa yang sedang di “ujung tanduk” dari kepunahannya. Alahmdulillah, Pak Amien Rais memahami situasi bangsa dan siap “turun gunung”.

Amandemen UUD 45

Terkait amandemen UUD 1945 memang diperlukan sesuai perkembangan zaman. Bagi Amien, UUD 1945 bisa diubah kapan pun asalkan sesuai dengan kebutuhan bangsa guna menjawab tuntutan zaman sekaligus untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa.

“UUD itu bukan kitab suci seperti Al Quran, Injil, atau Taurat yang haram kalau diubah,” tutur Amien yang pada era menjelang keruntuhan Orde Baru dikenal sebagai cendekiawan yang berdiri paling depan. Bahkan menurut Amien, amandemen termasuk dihidupkannya kembali GBHN adalah sesuatu yang urgen untuk dilaksanakan saat ini.

Jika ada yang mengatakan bahwa dengan mengamdemen UUD 45 berarti Indonesia sudah bubar?.

Kenyataannya Amerika Serikat yang menjadi kiblat negara demokrasi dunia juga pernah mengalami amandemen UU dasarnya sebanyak 17 kali, tanpa mendegradasi nilai Amerika Serikat, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa. Namun, jika saat ini dirasa UUD kita ada yang salah dan perlu diamandemen sesuai kebutuhan yang dapat menjamin keadilan rakyat bangsa ini, kenapa tidak, kita mendorong dilakukan amandemen lagi, hal itu juga di akui oleh Pak Amien Rais.

Salah satu bagian yang perlu diamandemen saat ini adalah Pasal 33 dan 34 UUD 45, yang terkesan dipetieskan sehingga pemerintah itu sebebas-bebasnya untuk membuat ekonomi pasar, ekonomi liberal, ekonomi pro-konglomerat, ekonomi pro-orang berduit, rakyatnya tele-tele, artinya rakyat itu betul-betul kasihan kembang kempis. Jadi pak Amien menghedaki adanya GBHN. Hanya memang agendanya harus sesuai dengan UUD sendiri, memang kalau akan diubah wajib ada kesepakatan, pasal-pasal mana. Jangan sampai nanti kemudian dibuka peluang… wah akan dijungkirbalikkan nanti jadi chaos.

Menurut Pak Amien Rais, konstitusi UUD 45 itu bukan kitab suci, pasal mana saja  yang mendesak untuk di amandemen berdasarkan kesepakatan, gulirkan dengan damai, kekeluargaan, tidak usah ada hal-hal yang terlalu tajam, asal niatnya baik untuk kebaikan bersama, kepentingan nasional diunggulkan, maka insyaAllah rakyat akan mendukung.

Sosok Amien Rais

Saat masyarakat luas turun ke jalan menuntut perubahan, Amien Rais sudah berdiri di depannya. Amien sangat fasih berbicara soal sosial politik, ditambah lagi dengan bekal keilmua dan konsepsi suksesi yang sudah ia bawa sejak lama, membuatnya mudah diterima berbagai golongan yang menuntut turunnya Soeharto.

Hasilnya, terjadi proses simbolisasi gerakan masyarakat dalam melawan Soeharto di diri Amien Rais. Berkali-kali ia mendapatkan ancaman dari berbagai pihak. Meski begitu, Amien berani pasang bandan untuk tetap berada di tengah masyarakat –menjadi satu dari yang banyak, menjadi perwakilan dari masyarakat luas.

Amien yang duduk di atas mobil di depan Gedung DPR, diarak mahasiswa yang mengelu-elukannya. Sampai detik itu, Amien Rais berhasil mempertahankan ideal ideologinya, menjadi mata badai dalam pergolakan politik yang, meski menggairahkan, tak jelas bakal ke mana lari dan tersungkurnya.

Beberapa waktu terakhir, persona Amien Rais kembali menguat sebagai pihak yang vokal mengkritik jalannya pemerintahan. Sebab memang, namanya tak pernah hilang dari pemberitaan media

Amien berkali-kali muncul, seperti pada aksi-aksi yang menuntut proses hukum Ahok berjalan lancar. Sejak Oktober tahun lalu, Amien konsisten mengikuti hampir semua aksi bertajuk 212, 112, dan 313 tersebut.

Sedari muda, Amien Rais sudah menunjukkan obsesi berorganisasi dan menjadi unggul di dalamnya. Saat masih menjadi mahasiswa, Amien Rais tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan dipercaya menjabat sebagai sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) HMI Yogyakarta.

Pilihan politik mudanya yang selalu dekat dengan Muhammadiyah ini dapat dimengerti. Ia berasal dari keluarga yang memang dekat dengan kelembagaan Muhammadiyah. Lahir dari pasangan Suhud Rais dan Sudalmiyah, Amien dididik disiplin lewat nilai-nilai Islam yang kental.

Ibunda Amien, Sudalmiyah, adalah seorang guru, mengajar di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) dan Sekolah Bidan Aisyiyah Surakarta. Sementara kakek Amien, Wiryo Soedarmo, adalah salah satu pendiri Muhammadiyah di Gembong, Jawa Tengah. Maka tak heran, Amien menghabiskan bangku Sekolah Dasar hingga SMA di sekolah Muhammadiyah.

Langkah politik pertamanya pun tak jauh-jauh dari Muhammadiyah. Tak hanya tergabung dalam HMI, Amien Rais yang kuliah di Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ini juga salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) saat masih mahasiswa.

Ketika berkuliah, Amien juga cukup aktif di dunia pers mahasiswa. Sembari berkuliah ganda di IAIN Sunan Kalijaga untuk tetap dekat dalam keilmuwan Islamnya, Amien merupakan penulis kolom rutin tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung dan Harian Kami di Jakarta. Amien dikenal sebagai penulis yang produktif dan cukup tajam dalam menyikapi berbagai hal.

Penutup

Meskipun statistik masih menempatkan ummat Islam sebagai pihak mayoritas di Indonesia. Suka atau tidak suka, masyarakat Islam sedang berhadapan dengan konspirasi global yang memiliki agenda pelemahan dan ingin mematahkan dominasi Islam di Indonesia. Bahkan sebagian besar media di Indonesia saat ini sudah menjadi alat propaganda Konspirasi Global. Antara lain seperti yang diungkapkan oleh Mohamad Fadhilah Zein, seorang jurnalis muslim, di dalam bukunya yang berjudul “Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam” diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar. Dimana, Mohamad Fadhilah Zein merasa prihatin dengan media massa di Indonesia, yang telah bertindak zalim terhadap umat Islam. Akibatnya ummat Islam tidak memiliki kekuatan untuk membangun opini public yang positif tentang dirinya sendiri. Jika kita telaah dan telusuri, begitu banyak pemberitaan yang menyudutkan Islam. Untungnya kita sekarang berada era medsos, yang didukung jutaan nitzen yang pro #2019GantiPresiden.

Aparat hukum yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, yang seharusnya melayani dan melindungi dan jauh dari tindak dan sikap sebagai “penguasa”. Kenyataannya, terkesan kehilangan nilai-nilai “Vigilant Quiescant” (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).

Rezim ini telah mengendalikan seluruh institusi hukum di negeri ini, sehingga keadilan terasa  Mati, bagi mayoritas bangsa ini. Tetapi paradox nya, mereka hanya membela dan memberikan esensi makna keadilan sepihak bagi para kroninya saja. Karena institusi hukum bagi mereka hanya sebagai alat melegatimasi tindakan represif mereka sesuai ukuran kebenarannya.

Kita tidak akan biarkan rakyat bangsa ini terus menerus kehilangan tempat utk mengadu mencari keadilannya, akibat institusi hukum negara ini telah tersandera oleh rezim totaliter yang patut diduga juga pro Komunis.

Untuk menembus jalan yg buntu ini, kita hanya punya satu pilihan yaitu melalui sebuah KOALISI KEUAMTAN, yang terinspirasi dari Aksi Bela Islam. Dibawah komando bapak bapak Amien Rais (bapak reformasi 1998), bersama para tokoh Islam lainnya.

Mari kita tuntaskan tugas kita melalui “Fusi Energy” ummat Islam yg sudah terbakar, menyala dan bergelora, untuk membentuk inti “Atom Spritual” yang lebih besar dan akan kita lepaskan fusi energi kita bersama sama pada 2019 nanti. Guna kita bersama dapat menyongsong pembebasan hak konstitusi kita yg di-sandera oleh rezim ini. Dan mengembalikan hak rakyat bangsa ini sebagai tuan di negerinya sendiri.

Memang sebagian dari kami RAKYAT INDONESIA dulunya pernah percayakan kepada petahana sebagai penyelenggara Negara ini, melalui konsensus politik. Karena kami ingin konsisten menegakkan kedaulatan rakyat melalui proses demokrasi, dan ada penegakan Hukum / Konstitusi negara, demi terciptanya rasa keadilan bagi mayoritas rakyat bangsa ini.

Tetapi kenyataa sekarang ini, mayoritas dari ratusan juta rakyat bangsa ini justru di tempatkan  dalam ketidak berdayaan menghadapi penetrasi asing dan aseng. Sehingga hilang rasa keadilan kami. Akibatnya, keadilan yang ada saat ini sudah tergadai dan hanya milik pemodal besar yang membayar para koruptor dan KOMPRADOR (pribumi munafiq yg di bayar oleh para pemodal besar atau perwakilan asing)

Ingat, …. NKRI ini di rebut dari tangan dan genggaman musuh bangsa ini, melalui tumpah darah para Suhada dengan kobaran semangat yang mengumandangkan takbir Allhu Akbar,.. Allahu Akbar,…. Allahu Akbar ….

Ingat, …. Semangat Ummat Islam yang berkobar saat ini tidak ada yang dapat menghalanginya lagi, sebab gerakan massive saat ini adalah panggilan hati nurani yang dilandasi kecintaan yang sarat dengan nilai spiritual kepada Allah SWT dan Rasululnya Muhammad SAW.

Oleh karenanya, sebagai pemangku kepentingan mayoritas bangsa ini kita tidak dibenarkan untuk  Diam, Ter-Jajah, Ter-Pecundangi oleh mereka-mereka yang justru anti NKRI, Anti Kebhinekaan dan Anti Toleransi itu.

Kami berhak dan wajib untuk bangkit merebut kembali kedaulatan mayoritas rakyat bangsa ini. Dan kami tidak akan berhenti sampai kami benar-benar dapat membebaskan bangsa ini dari penyanderaan Hukum / Konstitusi oleh mereka yang dengan licik dan penuh tipu daya menggunakan kekuatan uang / Money Politik.

Bagaimana mungkin kita bernegara

Bila tidak mampu mempertahankan kedaulatan negara kita

Bagaimana mungkin kita berbangsa

Bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup bersama ?

 

Itulah sebabnya

Kami tidak ikhlas

menyerahkan Pimpinan Bangsa ini kepada pengkhianat bangsa

dan lebih baik kami mati berkalang tanah daripada  negri tercinta ini

kembali dijajah.

 

Kami berlaga

memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.

Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata

yang bisa dialami dengan nyata

Mana mungkin itu bisa terjadi

di dalam penindasan dan penjajahan

 

Manusia mana

Akan membiarkan keturunannya hidup

tanpa jaminan kepastian ?

Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah

Hidup yang diperkembangkan

dan hidup yang dipertahankan

Itulah sebabnya kami melawan penindasan

Bangsa oleh antek asing berkedok pemimpin karena  kedaulatan

bangsa tidak  terjaga

 

Meskipun Bapak Reformasi kita saat ini terlihat Tua

Namun Aku malu melihat pemimpin dinegeri seberang yang lebih tua

Sebab, mereka mampu mengambil alih kendali bangsanya dari tangan-tangan jahil di negerinya

 

Aku tersentak

Oleh satu isyarat kehidupan ?

Di dalam kesunyian malam

Aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !

Apakah yang terjadi ?

teman-temanku dari 212 banyak sudah yang tersandera oleh uang dan kekuasaan

 

Kami tersentak,

Terbangun bersama.

Putera-puteriku, apakah yang terjadi?

Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?

Wahai teman-teman seperjuanganku, se iman dan sebangsa yang dulu,

Apakah kita masih sama-sama setia

Membela keadilan hidup bersama,

Membela martabat bagsa kita

Manusia dari setiap angkatan, suku, agama dan golongan bangsa ini

Akan mengalami saat tiba-tiba terjaga, karena panggilan jeritan ibu pertiwi yang disandera

 

Wahai, penguasa dunia yang fana!

Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!

Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?

Apakah masih akan menipu diri sendiri?

Apabila saran akal sehat kamu remehkan

berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap

yang akan muncul dari sudut-sudut gelap

telah kamu bukakan!

Jawaban dari Pertanyaan diatas, yang patut kita berikan adalah #2019GantiPresiden. *SS

Ayo Berbagi!