MEMBELI SUARA TUHAN

oleh -128 Dilihat
oleh
banner 468x60

membeli-tuhanOleh: Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)

SwaraSenayan.com. Musim hujan ekstrim di Indonesia menjadi pertanda alam nyata. Jakarta sebagai ibu kota merasakannya pula. Februari tidak lagi berhias warna merah muda. Tak berapa lama lagi akan berganti rupa dengan aneka ragam tenda biru dan tim pemburu. Jakarta sedang mencari manusia pilihan untuk duduk di kursi kekuasaan. Satu kursi direbutkan tiga kontestan. Ibaratkan suatu permainan, semua masih melempar dadu, siap-siap diadu. Ada pula yang sudah menunggu kira-kira siapa yang akan dituju.

banner 336x280

Masyarakat Jakarta seolah tak lepas dari gegap gempita “politik tingkat dewa”. Ada yang peduli dan ada yang anti-pati. Siapa pun yang menjadi DKI-1, mereka akan bilang ‘kehidupan tidak akan berubah’, karena Jakarta sejak dulu begini adanya. Sikap woles kerap ditujukan sebagai bentuk perlawanan rendahan. Karena mereka paham bahwa untuk menuju perubahan butuh usaha besar dan perjuangan melelahkan.

Kasak-kusuk di dunia maya dan nyata, seolah semua siap perang dan saling menghadang. Suatu dilema dan problema baru bagi masyarakat Jakarta. Bagi pengejar kuasa, segala penghalang harus disingkirkan sedemikian rupa. Jika suara rakyat adalah suara Tuhan, maka pengejar kuasa akan ‘membeli suara Tuhan’.

Membeli Suara Tuhan

Jargon suara rakyat sesungguhnya absurd dalam faktanya. Demokrasi kerap membohongi jutaan manusia. Berapa banyak bukti demonstrasi dan kritik kepada penguasa demokrasi, sedikit sekali yang didengarkan. Kalaupun didengar sekadar janji agar hati rakyat terobati. Pemerintahan demokrasi kerap memperkosa hak-hak rakyatnya. Mereka alpa tatkala membutuhkan suara, memelas kasih dan meminta-minta pada rakyatnya. Rakyat menjadi stempel sah agar mereka berkuasa.

Pilkada DKI tak bisa lepas dari konspirasi pembelian suara Tuhan. Demokrasi liberal yang merusak mengalahkan logika. Hasrat ingin berkuasa tak menjadikannya buta. Justru semakin kurang dan tergila-gila. Uang dalam pilkada menjadi tuhan baru bagi manusia. Rakyat yang hidup dalam kengerian ekonomi, mau tak mau harus menjual suara demi saweran uang calon penguasa. Loe jual, gua beli. Politik transaksional dalam money politic kian diminati dalam demokrasi.

Saking mahalnya suara Tuhan, berapa pun akan dibeli. Satu suara mengantarkannya berkuasa. Tak heran jika segenap tim sukses, buzzer, lembaga survey, dan segala daya upaya dikerahkannya. Tak ada seleksi terkait suara. Apapun statusnya meraka sama dalam demokrasi. Naifnya, ketika dalam menentukan aturan seringnya meninggalkan moral dan firman Tuhan.

Sang Pemenang

Siapapun pemenang Pilkada DKI Jakarta, pstai akan ramai dalam pemberitaanya. Dua kubu akan saling pro-kontra. Konflik sosial dan horizontal akan meletus dan meledak besar. Daya magisnya bisa memporak-porandakan Indonesia dalam percaturan politik dunia. Sang Penguasa negara sesungguhnya tak ingin malu di hadapan dunia. Maka beragam cara akan ditempuh untuk menenangkan situasi bersama lembaga yang dipunya.

Bagi rakyat, masalah yang sudah mengakar dalam kehidupan tidak akan terurai tuntas. Sistem ekonomi yang menjerat rakyat semakin menjerumuskan dalam kemelaratan. Politik kian membodohkan rakyat akan makna hakiki pengurusan urusan umat. Sementara itu, pihak penjajah berwajah asing dan aseng tiada hentinya berfikir mengeruk kekayaan kita. Fokus pada politik Jakarta memang iya, apalagi menuju 15 Februari pada puncak pesta.

Tak hanya itu, rakyat janganlah lupa bahwa sistem di negeri ini sudah tak memberikan berkah. Tidakkah kita menyadarinya bahwa segala masalah, karena penguasa salah kelola dan sistemnya salah. Rakyat pun dinista. Sudah tiba masanya, konsolidasi umat harus digagas kuat nan erat. Perjuangan tak lagi sekadar pragmatisme. Harus tertuju pada solusi holistik dan ideologis. Syariah Islam kini tampil menawan di depan. Di kala negara gaduh dan mau runtuh, sistemnya pun akan terkubur debu-debu peradaban. Lalu, bangkitlah kepemimpinan Islam dalam kehidupan.

Jadilah sang pemenang kehidupan. Tampilah ke depan untuk menumbangkan rezim yang memperkosa hak-hak rakyatnya. Meraka sudah putus urat malu nadinya. Karena dengan tingkah pola mereka sesungguhnya sudah nyata bahwa mereka sudah terpisah dengan rakyatnya. #UmatRapatkanBarisan menuju peradaban Islam gemilang. Catat itu! *SS

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.