SwaraSENAYAN.com. Mengapa “BOENG”? Karena panggilan Boeng ini sangat Indonesia. Ditulis dengan menggunakan ejaan lama karena panggilan ini digunakan pada jaman pra kemerdekaan, jaman revolusi dan berapa tahun pasca kemerdekan sehingga diharapkan mampu menggelorakan semangat dan daya juang.
Boeng kemudian menjadi “gelar” pagi para pejuang dan founding fathers yang lebih suka dikenal dan disebut sebagai Boeng Karno, Boeng Hatta, Boeng Syahrir, Boeng Yamin, Boeng Tomo dan para Boeng-Boeng lain nya, panggilan ini kemudian menjadi pembeda antara kaum pro dan kaum kontra kemerdekaan.
Dipanggil dengan Boeng adalah sebuah kehormatan dan pengakuan yang bersangkutan sebagai bagian dari Orang Perjuangan, sebagai “Orang Kita”. Boeng itu lebih egaliter dari panggilan Bapak.
BK, BH dan lainnya senang bila dipanggil Boeng dan BK pun menyapa dengan Boeng kepada teman-teman bahkan kepada para lasykar rakyat. Boeng sendiri tidak mengenal gender seperti kata “Anda” yang lebih “soft” sedangkan kata “boeng” lebih menggelorakan semangat perjuangan.
Namun demikian MBRK bukan gerakan orang-orang yang bernostalgia kepada romantisme perjuangan sehingga memilih jalan keras “Merdeka ataoe Mati” dan yang mengikatkan diri kepada tatanan lama dan berputar di sekitar ke “kuno-an” tetapi tetap sebagai orang jaman kini yang selalu meng-ajust diri dengan kekinian baik jaman maupun kemajuan ilmu dan teknologi.
Terus apa yang mau kita “REBUT KEMBALI”. Yang ingin kita rebut kembali adalah ke Indonesia-an kita, yaitu: Pertama, soal martabat kita sebagai bangsa. Kalau dulu sebelun kemerdekaan kita digelari sebagai bangsa “koeli” oleh para Penjajah dan Toean Kebon, sekarang pun kita masih sekedar menjadi buruh bagi para Investor dan bahkan di luar negeri, kita dikenal sebagai bangsa TKI dan TKW yang selalu jadi korban pelecehan, pemerasan, penyiksaan dan bahkan harrashment, martabat ini yang harus kita kembali pulihkan.
Kedua, yaitu kemandirian. Policy pemerintah dalam 3 rezim ini sungguh tidak bijak dan tidak berpihak, membuat bangsa kita menjadi bangsa yang tidak mandiri, bangsa yang mengharap bantuan dan subsidi serta pinjaman asing untuk bisa eksis sebagai bangsa dan negara. Padahal kita hidup di “tanah sorga”, kita jadi kuli di tanah sendiri. Kita jadi pengemis di negeri sendiri. Kita jadi miskin dan melarat dan kelaparan di lumbung padi milik kita yang penuh berisi.
Ketiga, kedaulatan. Negara dan Bangsa kita yang berdaulat yang nyatanya lalu lintas udaranya diatur negara tetangga. Ikannya ditangkapi pencuri dari negara tetangga, yang hasil buminya diatur harganya dan penjualannya oleh negara tetangga. Yang galian tambang dari perut bumi nya diangkut mentah oleh tetangga, yang mata-mata uangnya didikte oleh negara lain, yang sistem ekonomi dan politik nya meniru mentah-mentah dan menerapkan sistem asing bahkan pemilunya nya pun kita gunakan sistem yang asing yang tidak berakar kepada budaya dan nilai serta kearifan bangsa kita.
Martabat, Kemandirian dan Kedaulatan itulah yang disebut sebagai jatidiri kita sebagai Bangsa yang sudah jatuh berserakan dan teronggok di mana-mana, itulah yang harus kita kembalikan, kita pulihkan dan kalau itu sudah dik uasai Asing, Aseng danharus kita rebut kembali.
Jadi merebut kembali apa? Merebut Kembali JATIDIRI kita, merebut kembali ke-Indonesiaan kita. Merebut kembali dari siapa?
Dari Asong yaitu: Orang kita sendiri yang secara nyata lebih mementingkan kepentingan sesaat, kepentingan diri dan kepentingan kelompoknya dan penguasa yang lebih mengedepankan kebijakan yang memihak Asing dan Aseng dan yang tidak memihak kepada rakyat dan kepentingan umum. Penguasa yang berlagak populis sekedar untuk mendongkrak popularitas.
Dari ASENG yaitu: warga negara Indonesia yangg bekerja sama dg ASING dan memanfaatkan ASONG dan merupakan bagian dari konspirasi global untuk menguasai ekonomi dan politik di Indonesia untuk kepentingan mereka dan orang-orang asing serta negara Asing.
Dari ASING yaitu: negara dan orang asing yang memang dengan sengaja ingin mengusai ekonomi dan politik Indonesia untuk kepentingan mereka. “MARI BOENG REBUT KEMBALI”. ■m