Oleh: Muchtar Effendi Harahap (Tim Studi NSEAS)
SwaraSenayan.com. Pembangunan infrastruktur perhubungan udara seperti Bandara (Bandar Udara) landasan pacu, apron, taxiway dan terminal termasuk urusan pemerintahan yang harus diselenggarakan Presiden RI Jokowi.
Jokowi secara lisan berjanji akan meningkatkan pembangunan infrastruktur seperti Pelabuhan dan Bandara di wilayah Indonesia Bagian Timur. Bahkan dengan sumber data yang sama, Jokowi secara lisan juga berjanji jika terpilih jadi presiden, akan ada tiga “pesawat tanpa awak” mondar-mandir di seluruh Indonesia. Pesawat itu bisa backup keamanan, melihat illegal fishing, illegal logging dan kejahatan tambang.
Namun, 3,5 tahun Jokowi menjabat sebagai Presiden, janji pengadaan pesawat tanpa awak sirna begitu saja tanpa realisasi.
Di dalam dokumen kampanye Pilpres 2014 yang dikemas kedalam Nawacita, Jokowi juga berjanji akan membangun 10 Bandara baru dan merenovasi yang lama. Jokowi juga akan mendirikan secara khusus Bank Pembangunan dan Infrastruktur, namun hingga 3.5 tahun Jokowi menjabat presiden tak pernah terwujud.
Ringkasnya Jokowi berjanji:
- Memperpanjang landasan Bandara perintis atau Bandara kecil.
- Tersedianya satu Bandara utama barang di setiap koridor ekonomi. Janji ini masih belum terbukti.
- Mengembangkan rute perintis yang dilayani (76 rute). Belum tersedia data yang didapatkan, kita tunggu hingga akhir 2019.
Sesuai RPJMN 2015-2018, Jokowi akan:
- Membangun 15 Bandara baru di Kertajati, Letung, Tambilan, Tebelian, Muara Tewe, Samarinda Baru, Maratua, Buntu Kunik, Morowali, Miangas, Siau, Namniwel, Kabir Patar, Werur, Koroy Batu. Setelah lebih 3 tahun jadi Presiden, Jokowi baru mampu merealisasikan 7 Bandara. Masih kurang 8 Bandara lagi.
- Pengembangan dan rehabilitasi yang lama tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Kita masih menunggu data, fakta dan capaian dari Kemenhub.
- Mengembangkan 9 Bandara untuk pelayanan kargo / barang udara di Kualanamu, Soekarno-Hatta, Juanda, Syamsudin Noer, Sepinggan, Hasanudin, Samratulangi, Frans Kaisepo, Sentani. Rencana ini masih belum terealisir sesuai target.
Setelah 3,5 tahun Jokowi menjadi presiden, sudah terealisasikah janji dan rencana Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara ini?
Pada 2015 Menhub Ignasius Jonan menyebutkan, setidaknya terdapat 15 Bandara baru akan dibangun. Saat itu jumlah Bandara di Indonesia sekitar 237 Bandara. Sebanyak 26 Bandara menjadi kewenangan PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II (Persero), 30 Bandara menjadi kewenangan UPT Pemda, sisanya 180 Bandara menjadi kewenangan Kemenhub.
Seluruh 15 Bandara tersebut masih dalam proses pengerjaan (on progress). Dua di antaranya adalah Bandara Internasional Juwata di Tarakan dan Bandara Takengon Aceh Tengah. Selain itu, juga membangun Bandara Djalaluddin di Gorontalo dan Bandara Utarom Kaimana.
Pada akhir 2017, Direktur Bandar Udara, Kemenhub, Bintang Hidayat mengatakan, hingga 2017 telah terbangun 7 dari target 15 Bandara baru di Indonesia. Dari 7 Bandara dimaksud, baru tiga siap dioperasikan pada 2017. Yakni Maratua, Kalimantan Timur; Werur, Papua Barat; dan Koroway Batu, Papua. Empat lain, yakni Letung, Namniwel, Miangas, dan Morowali, sudah beroperasi 2016.
Ada 8 Bandara masih terus dikerjakan hingga 2019. Yakni Kertajati, Tebelian, Samarinda Baru, Buntu Kunik, Kabir atau Pantar, Siau, Muara Teweh, dan Tambelan. Untuk 2018 ditargetkan 4 Bandara siap beroperasi, yakni Kertajati, Samarinda Baru, Pantar, Bandara Tebelian.
Ditjen Perhubungan Udara Agus Santoso, 21 Oktober 2017, mengklsam prestasi Kemenhub sebagai berikut:
- 5 Bandara baru akan dibangun, 7 diantaranya sudah selesai.
- Diaktifkan kembali sejumlah Bandara dan pembukaan rute baru terintegrasi dengan tol, laut, rehabilitasi dan pembangunan terminal dan landas pacu, pengembangan Bandara, termasuk di selatan Jawa.
- Peningkatan jumlah armada pesawat udara, dan produksi penumpang dan kargo.
- Sejak 2015 telah mempermudah sistem perijinan bagi segenap operator seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, Batik Air, Wings Air, NAM Air dan lain sebagainya, juga operator Airport seperti Angkasa Pura 1, Angkasa Pura 2, UPBU Perhubungan Udara, maupun operator navigasi penerbangan sepertai Airnav Indonesia dengan melakukan penerbitan izin secara online.
- Pada 2016 perijinan online telah dipakai untuk pengurusan perizinan personel operasi pesawat udara, aviation security dan pas Bandara. Pada 2017 ini dilakukan optimalisasi proses perijinan tersebut.
- Pembangunan dan rehabilitasi landasan pacu, apron, taxiway dan terminal di beberapa Bandara.
Semua rencana di atas tergolong teknokratik dan klaim prestasi Kemenhub sungguh masih dalam proses dan kita tunggu data, fakta dan angka capaian target akhir 2019.
Prestasi Pemerintah membangun 7 Bandara baru hanya dalam 3,5 tahun, tentu perlu mendapat apresiasi. Tetapi, mengingat era Jokowi tinggal sekitar 1,5 tahun lagi, mungkinkah 8 Bandara sisanya bisa terealisir akhir tahun 2019?
Rencana 15 Bandara baru untuk 5 tahun era Jokowi, harusnya terbangun rata-rata 3 Bandara per tahun. Untuk akhir 2017, harusnya terbangun minimal 9 Bandara. Faktanya, hanya 7 Bandara terbangun, tidak tercapai target 2017 dan masih kurang 50 %. Tidak berlebihan jika kinerja Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara masih buruk, belum berhasil capai target.
Sebagai perbandingan, capaian era pemerintahan Presiden SBY urus infrastruktur perhubungan udara 2010-2014 (Renstra Kemenhub 2015-2019), adalah sebagai berikut:
- Pembangunan 28 Bandara baru.
- Pelayanan angkutan udara perintis 2010 sebanyak 118 rute, 2014 sebanyak 164 rute.
- Pemagaran area Bandara 2010 sebanyak 80 Bandara, 2014 sebanyak 140 Bandara.
- Pembangunan dan rehabilitasi fasilitas navigasi sebanyak 365 paket 2010, 409 paket 2013.
- Pemasangan dan pengadaan peralatan keamanan 102 paket 2010, 224 paket 2014.
- Pengadaan dan rehabilitasi kendaraan PKP-PK 24 paket 2010, 88 paket 2014.
Era SBY jauh lebih mampu membangun Bandara, yakni 28 Bandara. Era Jokowi target hanya 15 Bandara hampir 50 % target era SBY. Faktanya, masih terseot-seot.
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen (yoy) menjadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dollar AS). Detailnya, 183,4 miliar dollar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dollar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta.
Kemudian, Direktur Departemen Statistik BI, Tutuk S.H. Cahyono menyebutkan, pertumbuhan utang luar negeri itu sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan, serta berbagai kegiatan lainnya.
Betulkah pertumbuhan utang luar negeri sejalan banyaknya proyek infrastruktur? Proyek infrastruktur mana yang dibiayai? Seberapa banyak utang itu digunakan membiayai infrastruktur? Pertanyaan-pertanyaan ini masih belum bisa dijawab pemerintah secara detail dan faktual. Selama ini hanya klaim.
Jika betul tang luar negeri tersebut digunakan untuk infrastruktur, mengapa sudah 3,5 tahun Rezim Jokowi masih gagal mencapai target sesuai rencana seperti pembangunan infrastruktur tol laut, jalan dan jembatan, sumbar daya air (SDA), perumahan rakyat, dan perhubungan udara? Adalah mengada-ada pendapat bahwa pertumbuhan utang luar negeri utk pembiayaan infrastruktur?
Faktanya, tidak ada nilai lebih atau lebih unggul capaian target infrastruktur era Jokowi ketimbang era SBY. Kinerja Jokowi masih lebih rendah ketimbang kinerja SBY tanpa pertumbuhan utang setinggi era Jokowi. *SS