Oleh: Jacob Ereste (Atlantika Institut Nusantara)
SwaraSenayan.com. Sungguhkah Presiden Joko Widodo hendak membangun “Toll” Reklamasi yang berpihak dan mendengar aspirasi serta keresahan warga masyarakat ?
Inilah kecemasan warga masyarakat yang masih terus terpanggang dalam sekam yang bisa membara kapan pun, bila rezim penguasa tetap ngotot dengan birahi kekuasaan dan kerakusannya.
Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Perpres ini disahkan pada 12 Agustus 2008 oleh Dr. H Susilo Bambang Yudhoyono.
Ruang adalah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara terasuk ruang di dalam bumi sebagi satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (Pasal 1 Syat 1).
Kawasan strategis adalah wilayah yang pentaan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia (Pasal 1 ayat 4).
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) adalah kawasan strategis nasional yang meliputi Provinsi DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, dan sebagian Provinsi Banten (Pasal 1 ayat 5).
Keputusan Presiden (Kepres) No. 52 / 1995 Tentang Reklamasi Pantaj Utara Jakarta ditanda tangani Presiden Soeharto. Adapun yang dimaksud reklamasi Pantai Utara Jakarta (Pantura) adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan laut di bagian laut di bagian perairan laut Jakarta yang meliputi areal daratan pantai utara yang ada di areal reklamasi pantai Utara Jakarta (Pasal 1 ayat 1 & ayat 2) serta (pasal 4) wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Khusus Ibukota Jakarta.
Kecuali itu wewenang Gubernur yang dipenggal adalah (Pasal 8 ayat 1) untuk menyelenggarakan reklamasi Pantura, Guberur Kepala Derah Khusus Ibukota Jakarta membentuk sebuah Badan Pelaksana.
Syarat-syarat, tata cara dan bentuk kerjasama usaha sebagaimana dimaksud ayat 2 diatur oleh Gubernur DKI Jakarta.
Bahkan Pasal 9 ayat 1 Kepres No. 52/1995 yang menyatakan Areal hasil Reklamasi Pantura diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah DKI Jakarta, pun tidak lagi melibatkan Gubernur DKI Jakarta kecuali hanya dalam pengawasan belaka.
Bahkan dalam Pasal 50 Perpres No. 54/2008 membagi beban pemerintah, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/ Kota memasyarakatkan Rencana Tata Ruang Kawasan Jabotabekpunjur dan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 2 sesuai kewenangannya masing-masing.
Padahal, Pasal 49 ayat 2 membuat rencana tata ruag wilyah dijabarkan lebih lanjut dalam rencana rinci yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) untuk mengimplementasikan Rencana Tara Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang dilengkapi dengan peraturan zonasi.
Jika dicermati Perpres No. 54/2008 ini, dalam sekilas saja dapat dipahami bahwa pemangkasan hak dan otoritas Gubernur DKI Jakarta yang dimandulkan oleh Pemerintah Pusat cq Presiden. *SS