Oleh: Gde Siriana Yusuf, Direktur Eksekutif LOGOSS (Local Governance Strategic Studies)
“The greatest leader is not necessarily the one who does the greatest things. He is the one that gets the people to do the greatest things.” — Ronald Reagan
SwaraSenayan.com. Saya menyukai definisi leadership di atas, karena jelas membedakan Leader sejati dengan typical seorang Manajer.
Pemimpin besar belum tentu orang yang melakukan hal-hal besar. Tetapi jelas dia memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang banyak, menjadi inspirasi orang lain untuk melakukan hal-hal yang besar.
Kemampuan leader dalam pembangunan bukan dilihat dari high-economic growth… itu hanya hasil akhir… tapi key word nya adalah leader tersebut mampu menggerakkan semua orang, semua sektor, semua elemen, untuk bersama-sama memobilisasi all sources yang digunakan untuk menuju kepada visi bersama. Itulah esensi leadership.
Indonesia adalah negara populasi tinggi untuk memiliki ekonomi yang kuat butuh growth 6-7%. Lihat Cina dan India angka itu yang ideal untuk menyerap atau menciptakan kerja.
Tetapi untuk mencapai 6-7% bukan semata bermodalkan faktor-faktor ekonomi, tapi membutuhkan leadership yang inspiratif, influencing dan trust.
Pertumbuhan ekonomi tidak bekerja dengan dirinya sendiri, tetapi hasil reciprocal atau timbal balik dengan faktor-faktor non-economic lainnya.
Misalnya perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan perubahan sosial, pola konsumsi masyarakat, cara berpikir, cara hidup dan lain-lain. Sebaliknya perubahan sosial yang positif akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, jadi keduanya merupakan pendukung sekaligus hasil.
Kedua, good governance. Governance itu bukan government (pemerintah) tetapi tata kepemerntahan, yang terdiri dari government, civil society dan korporasi. Semua berada dalam posisi seimbang. Beberapa Prinsip yang diutamakan dalam good governance adalah transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan partisipasi. Good governance juga memberi dukungan bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya ekonomi yang tumbuh baik bagi perkembangan good governance karena nilai-nilai demokrasi makin berkualitas sejalan naiknya taraf hidup orang banyak. Demokrasi menuntut transparansi, akuntabilitas, partisipasi rakyat.
Pada perubahan sosial dan good governance, benang merah nya adalah leadership. Pemimpin yang dipercaya, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang banyak utk bergerak pada kebaikan, memiliki kemampuan untuk memainkan role-play dalam ekonomi-politik, pasti akan didukung orang banyak.
Jadi skrg kita bisa menjawab mengapa pertumbuhan ekonomi kita stagnan? Mengapa infrastruktur tdk didukung rakyat? Kuncinya adalah pada leadership Jokowi.
Growth 5% baik atau buruk? Jawabannya relatif. Tapi jika kita melihat potensi sumber daya kita lebih baik dari India, seharusnya kita juga tumbuh 7%. Tapi posisi rangking korupsi kita (index korupsi) lebih buruk dari India dan China kembali lagi ini soal leadership pada good governance. Tidak akan ada pertumbuhan tinggi jika korupsi masih tinggi. Ini indikator efisensi dan produktifitas dari hutan-hutang pemerintah.
Koq masih ada korupsi? Kan ada revolusi mental?
Apakah rakyat paham revolusi mental apa? Apa hasilnya selama 3 tahun? Bagaimana para pendukung Jokowi menjalankan revolusi mental dalan kehidupan sehari-hari? Mengapa mereka tidak menjadi inspirasi bagi rakyat banyak?
Ini soal trust. Pemimpin menjadi inspirator bagi hidup orang lain jika sudh mendapatkan trust dari orang yang dipimpinnya.
PM India Narendra Modi bukan tipe pemimpin yang gemar pencitraan main kodok, tinju, pancho, choper, apalagi bagi-bagi hadiah sambil lempar-lempar dari mobil, lalu rakyat nya berlari-lari mengejar sperti pengemis di jalan raya pantura mengejar uang recehan yang dilempar para pengendara.
Tapi dia membangun infrastruktur yang mempekerjakan warga lokal, membangun fundamental ekonomi yang berbasis ekonomi rakyat tetapi di sisi lain mengembangkan industri teknologi murah. Hasilnya? India tumbuh 7-7,5% selama 4 tahun terakhir dan pendapatan perkapita jauh di atas Indonesia.
Kita masih jauh mengejar India, apalagi China. Bahkan IPM index pembangunan manusia Indonesia, rata-rata pertumbuhannya masih di bawah Vietnam.
Pemimpin yang disebut Ronald Reagen tadi adalah Pemimpin transformasional, pemimpin yang berbagi visi (bukan visi kemauannya sendiri), menjual nilai-nilai dan memberi ruang partisipasi orang banyak. Perspektifnya mengutamakan kualitas.
Berbeda dengan pemimpin transaksional yang membangun relasi-relasi dengan pengikutnya berbasis material/ekonomi, dan kuantitas. Bagi-bagi sepeda, hadiah, kartu, setifikat adalah perilaku transaksional..itu semua bukan perilaku yg inspiratif dan mengajarkan nilai-nilai, bukan solusi yang substansial dan fundamental.
Dalam realitas, banyak orang yang mengaku menjadi pemimpin transformasional. Tapi sesungguhnya mereka hanya pseudo transformational leader. Visi yg mereka jual sangat manipulatif, menipu rakyat. Jika kita tengok ke masa lalu, Hitler dan Mahatma Gandhi adlah pemimpim transformational bagi bangsanya masing-masing. Tapi tanpa perlu diperdebatkan lagi, kita akan sepakat bahwa Hitler sebagai yang Pseudo Transformational Leader dan sebaliknya Gandhi is authentic tranformational Leader. *SS