Kaukus Muda Betawi Desak Revisi UU Khusus Ibu Kota Jakarta Disegerakan

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Kalangan muda Betawi yang kini aktif diberbagai ruang aktivitas DKI Jakarta mendesak pada pemerintah Pusat maupun Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengagendakan dan menyelesaikan revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta mengingat telah ditetapkannya undang-undang Ibu Kota Negara yang baru oleh DPR.

Revisi UU Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara harus segera dilakukan agar tidak terkesan terdapat dua Ibu Kota Negara meskipun posisi UU IKN dalam ketentuan peralihannya menunggu penetapan selanjutnya.

“Kaukus Muda Betawi sangat berkepentingan dan harus mengawal bahkan terlibat secara langsung sebagai masyarakat asli Jakarta. UU Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dengan disahkannya RUU IKN maka perlu mempercepat revisi UU Kekhususan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara,” demikian disampaikan tokoh muda Betawi, Usni Hasanudin kepada SwaraSenayan, Jum’at (21/1/2022).

Secara kebetawian Usni Hasanudin, tidak berkeberatan kalau Ibu Kota Negara dipindahkan, bahkan Soekarno pernah juga akan memindahkan Jakarta ke Palangkaraya, hanya memang kepindahan Ibu Kota Negara saat ini menciptakan spekulasi politik, sehingga menimbulkan persoalan baru.

Terkait dengan revisi UU DKI Jakrarta, sebagai Kaprodi Ilmu Politik FISIP UMJ ini Usni mengusulkan agar dalam perubahan UU Jakarta memasukan revisi kewilayahan, memperluas wilayahnya ke daerah Kota Bekasi, Depok dan Tangerang Selatan dengan nama baru Jakarta Raya.  Selain faktor warga Betawi yang saat ini banyak mendiami ketiga wilayah tersebut, juga untuk terintegrasinya pembangunan ekonomi dan pusat bisnis.

Usni Hasanudin yang menjadi bagian dari Kaukus Muda Betawi ini juga menambahkan, bahwa pembangunan yang saat ini dilakukan oleh Anies Baswedan memiliki konsep terintegrasi dengan wilayah penyanggah Jakarta, hal yang nampak bisa kita rasakan yaitu sistem tranportasi maupun penggunaan ornament pemerintahan dan pembangunan lainnya memiliki kesamaan dengan nuansa Jakarta.

Selain itu, Usni juga mengingatkan agar dalam melakukan revisi UU DKI Jakarta harus melibatkan masyarakat Betawi, karena sebagai masyarakat asli Jakarta akan berdampak secara langsung. Keterlibatan masyarakat lokal sangat penting, bahkan secara konstitusi diminta atau tidak berkewajiban untuk berkontribusi bagi daerahnya.

Senada dengan Usni Hasanudin, Bang Idhoy selaku arsitektur Betawi menilai ini ibaratnya Jakarta mau dilahirkan kembali, maka ikut campur orang Betawi harus signifikan. Turut membidani kelahiran “Jakarta Baru”.

Terkait dengan kepemimpinan, Jakarta bukan hanya soal kepemimpinan daerah, perekonomian, atau lainnya, jauh dari itu bagaimana kebudayaan lokal (Arsitektur Betawi) mewarnai Jakarta, dalam hal pemberian identitas kota pada fisik infrastruktur Jakarta.

Bang Idhoy menambahkan, perlu penegasan terhadap semua regulasi yang memiliki irisan dan keterkaitan dengan Betawi agar ditegakkan mengingat Jakarta akan menjadi “daerah” sebagaimana provinsi non ibukota lainnya.

Secara terpisah, M.I. Ridwan Boim salah satu tokoh muda Betawi yang saat ini sebagai Sekretaris FKDM DKI Jakarta bahwa  revisi UU Jakarta harus mengembalikan sistem pemerintahan daerah seperti provinsi lain, ada DPRD tingkat 2 di Tingkat kota/kabupaten,  Walikota/Bupati dipilih langsung, atau  opsi lain jika memang tetap khusus maka salah satu kehususan Gubernur atau Wagub, Walikota atau Wakil  Walikota, Bupati atau Wakil Bupati  harus mengakomodir Perwakilan Betawi sehingga kehususannya mampu mengakomodasi semangat dan eksistensi masyarakat Betawi. Kalaupun ada opsi lain dimekarkan menjadi Provinsi Khusus Megapolitan bisa saja Gubernur ditunjuk langsung Presiden dan posisi Gubernur Ex Officio menjadi menteri Megapolitan. *SS

Ayo Berbagi!