Oleh: Prijanto, Pengamat Masalah Ibukota
SwaraSenayan.com. Kasus Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) sudah berjalan berminggu-minggu di KPK. Rakyat yang haus akan tegaknya hukum di Indonesia sangat nyata. Pakar Hukum maupun yang bukan, serta rakyat setelah membaca dan mendengarkan kasus RSSW, sangat yakin kasus RSSW masuk ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Apalagi salah satu mantan komisioner KPK menyatakan Ahok sudah pantas sebagai tersangka.
Kajian dan ulasan beberapa tokoh di mediapun mengatakan kasus RSSW mengandung perbuatan melawan hukum, kerugian negara dan ada pihak yang diuntungkan. Konon ada kelompok yang bertulis surat untuk menghadap salah satu komisioner KPK sangatlah susah. Ada kesan, KPK tertutup. Padahal, jika niat yang sama untuk memberantas korupsi mengapa tidak menjadi prioritas untuk bertemu?
Ketertutupan KPK itulah bisa jadi membuat rakyat marah. Pada hari ini, tanggal 3 Mei 2016, ada rencana gerakan rakyat gabungan dari berbagai wilayah, bahkan dari luar Jakarta, akan unjuk rasa besar-besaran. Rakyat bergerak dari Jakarta Utara. Bergerak ke Balaikota dan KPK. Gerakan ajakan memerangi kemungkaran penguasa menggema membahana, menuntut Gubernur Ahok untuk ditangkap.
KPK harus cerdas membaca situasi. Sebagai lembaga harapan rakyat, seyogianya para komisioner KPK tidak boleh terkooptasi. Setiap kata, setiap kalimat para pengunjuk rasa, berapapun jumlah yang unjuk rasa, itulah sejatinya harapan rakyat. Dari berbagai hasil pembicaraan di forum diskusi dan membaca cetusan di berbagai WhatsApp Group (WAG) maka dapat di infokan kepada para komisioner KPK seperti di bawah ini.
Apabila para komisioner KPK menilai kasus RSSW bukan masuk tindak pidana korupsi, maka:
- Para komisioner KPK akan berhadapan dengan para penyidik muda KPK yang idealis. Konon para penyidik muda ini sudah gemes atas lambannya penentuan siapa tersangka dari kasus RSSW.
- Para Komisioner KPK akan berhadapan dengan para auditor BPK RI secara hukum. Para auditor muda BPK RI yang sangat kredibel yakin akan memenangkan secara hukum melawan KPK, yang tidak menindaklanjuti hasil audit investigasi kasus RSSW sebagaimana mestinya.
- Para Komisioner KPK akan berhadapan dengan Komisi III DPR RI, yang memiliki fungsi pengawasan jalannya hukum di Indonesia. Secara politis, para Komisioner KPK akan dimintai pertanggungjawaban tidak saja masalah RSSW, tetapi terkait pemberantasan korupsi secara meluas.
- Para Komisioner KPK akan mendapatkan cemoohan dari para pakar hukum maupun bukan, para aktivis dan tokoh masyarakat lainnya. Perbedaan pandang terhadap kasus sesungguhnya tidak boleh terjadi. Karena data dan fakta yang dinilai sama. Patokan dalil hukumnya pun sama.
- Para Komisioner KPK akan mendapat cemoohan dari rakyat yang mendambakan kejujuran, kebenaran dan keadilan. Spekulasi penilaian negatif terhadap Komisioner KPK tidak bisa dihindari.
- Apabila tersebut di atas terbukti dan menunjukkan kasalahan para Komisioner atas tidak memasukkannya kasus RSSW dalam ranah Tipikor, tentu hal tersebut akan menjadi siksaan moral pribadi dan keluarga.
- Sebagai umat beragama, Tuhan Sang Pencipta dan Pemilik Bumi dan Langit serta isinya, tentu akan mencatat dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukan para Komisioner.
Diharapkan pemikiran dan harapan masyarakat di atas, bisa sebagai bahan dalam mengambil keputusan para Komisioner. Timbangan melambangkan keadilan untuk semua, pedang sebagai kekuatan untuk menegakkan keadilan dan mata Dewi Themis yang tertutup berarti tanpa tengok kanan kiri, menegakkan keadilan secara jernih dan adil, hendaknya melandasi semua keputusan yang akan diambil. Semoga, sebelum muncul penyesalan. ■
Masih ingat dengan kasus “cicak vs buaya” yang melibatkan dua lembaga penegak hukum yaitu POLRI dan KPK. Kasus korupsi yang melibatkan oknum anggota POLRI dan ditangani oleh KPK mengharuskan eksekutif turun tangan yang berakhir dengan deponering / penghentian kasus demi kenyamanan dan meredam gejolak sosial. Menyiratkan pula kalau kepolisian memiliki kapasitas yang sama untuk penanganan tindak pidana korupsi, perlu diingat juga berdirinya KPK sebagai alternatif dari fungsi polisi dan kejaksaan agar lebih dalam menangani pidana korupsi. Normatifnya kenapa tidak dicoba untuk melapor kepada polisi untuk kasus SW ? Daripada menunggu KPK yg belum jelas.