Inilah Variabel Mengukur Ketidaksukaan Pada Ahok

oleh -138 Dilihat
oleh
Prijanto, Mantan Wagub DKI Jakarta
banner 468x60
Prijanto, mantan wagub DKI

SwaraSENAYAN.com. Mungkin orang yang tidak suka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  pakai tolok ukur yang disepakati dalam diskusi di TV swasta antara Arswendo Atmowiloto, Taufik Basari, Margarito Kamis, Agung Suprio, Prijanto, Mucle Khatulistiwa, bahwa rakyat Jakarta ingin gubernur yang JUJUR, PROFESIONAL, TEGAS, SANTUN dan TDK MUNAFIK.

“Suka atau tidak suka, normalnya bisa diukur dengan variable tersebut,” demikian pendapat Prijanto mantan wakil gubernur DKI kepada SwaraSENAYAN (30/3).

banner 336x280

Prijanto lalu mengajak masyarakat Jakarta untuk melihat kepemimpinan Ahok dengan  kriteria diatas berdasarkan fakta yang ada, bukan hasil analisis atau halusinasi.

Pertama soal JUJUR. Ahok mengatakan kasus taman BMW tidak ada korupsi. Bila tidak ada korupsi, mengapa belum juga dibangun stadion olahrga diatas taman BMW. “Itu pertanda ada masalah,” tegas Prijanto.

Padahal dalam kasus ini Prijanto nantang taruhan masing-masing 1 miliar, antara Prijanto, Ahok dan Trihatma (Podomoro). “Tidak ada respon? Padahal tantangan debat Fadli Zon sangat direspon untuk sampai naik ring tinju,” tanyanya heran.

Kedua soal PROFESIONAL. Prijanto mempertanyakan dimana letak profesionalnya, predikat administrasi keuangan DKI dari BPK RI WDP? Padahal sebelumnya WTP. Rapor DKI / Lakip dari Menpan RB tentang akuntabilitas kinerja DKI cuma nilai CC= 58, menempati no urut 18 setelah Kalteng. “Serapan anggaran pembangunan sedemikian rendah, nyaris abnormal,” papar Pri.

Ketiga soal TEGAS. Menurut Prijanto, tegas itu bukan dilihat kerasnya teriakan. Tegas itu kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan pranata hukum. Prijanto kembali menyinggung ke kasus taman BMW, kasus tersebut sedang disidang di PN tetapi Pemprov DKI malah mengajukan sertifikasi.

Pri juga mengutarakan saat Ahok mengajukan RAPBD ke Mendagri bukan hasil pembahasan bersama dengan DPRD DKI, Ahok membeli tanah RS Sumber Waras mengabaikan UU dan Perpres serta Kepmendagri dengan harga yang mahal / tidak wajar.

“Membiarkan pengembang menyerahkan kewajiban fasos dan fasus ke DKI tetapi bodong,” papar Pri.

Keempat soal SANTUN. Terkait kesantunan, Prijanto mengemukan bahwa anggota dewan sebagai patner atau bagian dari pemerintahan justru dimaki-maki tanpa bukti, rakyat kecil minta penjelasan justru dimaki-maki, rakyat kecil minta keadilan justru diajak berantem.

Kelima soal TIDAK MUNAFIK. Bagi Prijanto, satunya kata dengan perbuatan adalah gambaran ketidak munafikan. Ketika Ahok sesumbar ingin membuat Pemprov DKI zero corruption, mengata-ngatai oknum dewan dan PNS korup, sesumbar ingin membuat Indonesia tidak korup.

“Tetapi benarkah sesumbar Ahok?” tanyanya.

Prijanto melanjutkan dengan menyuguhkan fakta dan mengajak masyarakat melihat dugaan demi dugaan korupsi kasus Kampung Deret, Bus Tranjakarta, UPS, Taman BMW, pembelian tanah RS Sumber Waras, dan lain-lain justru dibiarkan dan bermunculan, walau itu belum terungkap secara hukum.

“Itu semua hanya satu dari berbagai kemungkinan dari ketidaksukaan rakyat kepada Ahok,” pungkasnya. ■mtq

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.