SwaraSenayan.com. Rencana pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) “mengimpor” ratusan dosen dari negara lain ke Indonesia mendapat sorotan serius dari berbagai kalangan.
Menristek Dikti M. Nasir menjelaskan yang menjadi dosen di Indonesia mayoritas berasal dari China. jumlah dosen asing dari China jumlahnya lebih banyak dari Jepang. Rencana kebijakan ini tak lepas karena berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang diteken Presiden Jokowi akhir Maret 2018 lalu.
Menanggapi rencana tersebut, Dr. TB Massa Djafar, M.Si. selaku Koordinator Program Doktoral Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta menyatakan dosen itu sebagai aktor yang menentukan dalam strategi kebudayaan Indonesia.
“Posisi dosen itu vital dan sangat strategis karena perannya sebagai transformer sistem nilai bangsa Indonesia,” kata Massa kepada SwaraSenayan di kampus Unas Ragunan Jakarta (kamis, 26/4/2018).
Sistem nilai itu termasuk didalamnya adalah ideologi yang dianut dan diyakini oleh bangsa Indonesia. Sementara itu, kata Massa, China dalam sepak terjangnya sebagai negara yang dikenal menerapkan ideologinya (komunisme) sangat kuat. Meski sudah berganti wajahnya dalam mengoperasikan ideologinya tersebut, China tetap harus diwaspadai karena dapat mengancam ketahanan bangsa melalui penghancuran sistem nilai yang akan mengacaukan kehidupan sosial-politik, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.
“Jika tidak diantisipasi maka kedatangan dosen China dapat melemahkan identitas dan jatidiri bangsa,” ujar Massa.
Karena itu, Massa meyakini, masuknya dosen dari China pasti memiliki misi khusus yang terbingkai dalam agenda terselubungnya (hidden agenda). Pemerintah mesti melakukan kajian mendalam secara komprehensif sebelum memutuskan kebijakan ini.
Kampus sebagai pusat pembelajaran (learning center), Massa menyoroti posisi dosen ini dapat digunakan untuk mendukung kepentingan China melalui pengembangan sains dan teknologi, terutama dalam pemasaran produk-produk teknologi yang sudah mereka kembangkan di negaranya.
“Jangan biarkan impor dosen ini sebagai pintu masuk infiltrasi kepentingan China yang memperlemah dan merusak masa depan bangsa,” tegas Massa.
Massa juga mengingatkan banyak putra-putri terbaik Indonesia yang berprestasi di luar negeri. Mereka saja yang dimaksimalkan untuk diapresiasi dan diberi ruang dalam mentrasnformasikan keahlian mereka. Massa meyakini pasti generasi berprestasi tersebut akan terpanggil dalam membangun dan mengembangkan sains dan teknologi bagi kemakmuran bangsanya.
“Kenapa malah membuka pintu lebar-lebar dan menggelar karpet merah buat dosen asing dari China. Jelas ini kebijakan yang menegaskan kita sebagai bangsa inferior. Jangan merendahkan terhadap kemampuan bangsa sendiri tanpa mengkalkulasi dari dampak kebijakan liberalisasi dosen,” tegasnya.
Saat ini, Massa menilai bangsa Indonesia sudah dikepung dari berbagai penjuru dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya di bidang ekonomi yang mereka kuasai, tapi di bidang kebudayaan pun kita sudah nyaris didekte oleh kepentingan asing.
“Dimana kepribadian di bidang kebudayaan sebagaimana yang dicita-citakan Bung Karno dalam spirit Trisakti,” tanya Massa.
Di era globalisasi yang makin tanpa batas (borderless) ini, Massa mengakui memang tidak bisa kita tolak intensitas dari interaksi antar bangsa-bangsa di dunia, bahkan itu sunnatullah. Persoalannya kita tidak memiliki strategi kebudayaan untuk memproteksi budaya kita dari gempuran pengaruh asing yang merusak.
Massa memang menyadari, pendidikan kita tertinggal. Makanya dibutuhkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan sarana prasarana pendidikan yang bermutu tinggi dan bertaraf internasional di bidang sains dan teknologi.
“Apa sih sebenarnya yang hendak kita hasilkan dari proses pendidikan itu, apa benar kita tidak memiliki kualifikasi dosen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Toh, saat ini sumber-sumber sains dan teknologi itu dapat diakses oleh putra-putra terbaik bangsa,” paparnya.
Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, itulah sesungguhnya modal pembangunan. Sebab dengan memiliki SDM handal, suatu negara dapat menaikkan daya saingnya melalui inovasi dalam mengatasi persoalannya yang dikawal dengan penguatan sistem nilai bangsanya.
Massa juga menekankan pendidikan yang terintegrasi dengan dunia industri harusnya menjadi perhatian komitmen pemerintah. Melalui peningkatan industrialisasi sebuah bangsa akan mampu mengolah dan meningkatkan nilai tambah (added value) terhadap komoditas yang dimilikinya. Memang perlu dilakukan evaluasi terhadap program-program studi di kampus.
“Evaluasi terhadap program studi Ini bisa menjadi strategis khusus. Harus ada skala prioritas terhadap program studi yang berbasis sains dan teknologi sebagai dukungan terhadap industrialisasi dan perdagangan,” ujar Massa. *mtq