SwaraSenayan.com. Dalam pembahasan RUU Tax Amnesty atau Pengampun Pajak diperlukan kejelian dan kehati-hatian, agar nantinya RUU itu diharapkan dapat menjadi momentum revolusi perpajakan nasional yang saat ini dirasakan masih belum baik. Demikian anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.
Menurut politisi Gerindra itu, RUU Tax Amnesty sebagaimana diajukan pemerintah atas 14 Bab, 27 Pasal dan terdapat 346 daftar inventarisasi masalah atau DIM yang terdiri terdiri atas 36 DIM yang tetap, 272 berubah serta 38 yang baru dimasukan dan akan disandingkan dengan cluster baru yang diajukan pemerintah.
“Dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak, perlu dipertegas pengertian atas pengampunan pajak itu sendiri, termasuk subjek dan objeknya, Tentunya disamping masalah tarif dan uang tebusan, jangka waktu, pembedaan tarif serta dasar pengenaan uang tebusan,” ujar Heri Gunawan kepada wartawan, Jumat (27/05/2016)
Selain definisi dari tax amnesty itu sendiri, lanjut bekas Wakil Ketua Komisi VI itu, prosedur pengampunan juga harus klir antara persyaratan pengajuan dan penelitian administrasi serta pembetulan dan keputusannya. Tidak hanya itu, buntut dari pemeriksaan dan penyidikan atas wajib pajak terhutang pun harus jelas.
“Tentunya harus dibarengi dengan keamanan dan kerahasiaan data serta perlakuan harta yang di repatriasi, termasuk tata cara pengalihan harta, jenis dan tata cara investasi serta periodenya. Dalam proses pengampunan, otoritas pajak harus memiliki data yang akurat, serta mampu membangun administrasi pajak yang kuat dan efektif,” papar anggota DPR Dapil Jawa Barat IV itu.
Oleh sebabnya, lanjut Heri , bagi para wajib pajak yang menyodorkan amnesty harus mendapatkan pengawasan secara intens dan disertai dengan tata cara pelaksanaan yang visibel dan mengikat. “Serta harus diikuti dengan peningkatan audit dan pengenaan sanksi yang lebih berat bagi wajib pajak yang tidak mengajukan pengampunan. Oleh karena itu, langkah pengampunan pajak harus diikuti dengan penegakan hukum yang tegas,” pungkasnya.■mrf