Hentikan Gaduh Masela, Amputasi Kepentingan Kontraktor Dibelakang Menteri Ramli-Said

Ayo Berbagi!
946470_10206778513955515_7791402193203990961_n
Mustaqim Abdul Manan

SwaraSENAYAN.com. Proposal Inpex Corporation terkait pengembangan Blok Masela mengajukan skema pengembangan blok secara ofshore dengan menggunakan kilang terapung gas alam cair (FLNG) di laut. Dari skema proposal yang diajukan oleh kontraktor tersebut telah memunculkan pro-kontra, apakah dibangun di laut Floating LNG Plant, atau membangun kilang gas alam cair di darat Onshore LNG Plant.

Polemik ini telah menampilkan aktor utama yang berduel ke ranah publik. Adu kepentingan antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang mendorong pada onshore dengan Menteri ESDM Sudirman Said yang menghendaki ofshore. Untuk siapa sebenarnya para menteri itu bekerja? Perseteruan ini semakin menguatkan anggapan ada kepentingan yang mengendalikan mereka di belakangnya.

Presiden Jokowi harus mengambil keputusan ini dengan mempertimbangkan pada pemanfaatan sumber daya alam bagi kemakmuran bangsa dan negara, berhentilah pada pendekatan proyek. Apalagi sampai terjebak pada pro dan kontra oleh aktor menteri pembuat gaduh.

Agar Presiden Jokowi tidak terlibat dalam persengketaan darat ataupun laut, presiden harus mampu melumpuhkan anak buahnya sendiri yang sering membuat gaduh yang patut diduga digunakan dan dikendalikan oleh kepentingan kontraktor tertentu. Ini penting dilakukan Jokowi agar rakyat bisa melihat kejernihan dan komitmen serta keberpihakannya bagi kemakmuran rakyat demi kepentingan NKRI.

Apalagi awam sudah mahfum, bahwa di belakang Ramli dan Said sudah terlanjur dipersepsikan sesungguhnya pertarungan antara kelompok Jokowi dengan Jusuf Kalla, keduanya dianggap gemar “nabok nyilih tangan”. Karena itu, bisa jadi Ramli-Said tangannya sedang digunakan untuk saling nabok. Jika mengelola kekayaan negara pendekatannya sebatas pada proyek, maka dengan sendirinya kepentinganlah yang mendominasi keputusan penting dan sangat strategis tersebut.

Sebagai bentuk tanggung jawab atas kegaduhan yang dibuat anak buahnya, presiden juga harus melepaskan kepentingan dari keduanya yang bertikai. Keputusan di laut maupun di darat adalah suatu keniscayaan yang harus diambil. Pertimbangan presiden harus menitik beratkan pada kajian teknis, ekonomis dan efek sosial yang ditimbulkannya. Dari keputusan penting inilah, pengelolaan kekayaan alam Indonesia harus diperuntukkan seluas-luasnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

Selanjutnya, siapa yang mengerjakan proyek tersebut setelah diputuskan laut maupun darat? Jalan satu-satunya, jangan diserahkan kepada kontraktor yang ditengarai di belakang menteri yang bertikai. Lalu, kepada siapa pengelolaan blok tersebut, atau kepada siapa kontraktor itu yang mengerjakan?

Untuk itu Jokowi harus membuat otoritas khusus yang mengelola Blok Masela, semacam “Badan Otoritas Khusus” dengan melimpahkan kepada Perguruan Tinggi (PT). PT inilah yang  saat ini dilupakan keberadaannya. PT hanya dijadikan ornamen berbasis penelitian ilmiah saja yang hasil penelitiannya menumpuk dalam lemari file, tak terpakai untuk mengarahkan kepada pengelolaan SDA secara obyektif, ekonomis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat tanpa harus masuk terhadap kepentingan proyek.

Anak-anak bangsa harus diberikan porsi yang seimbang untuk mengelola SDA secara transparan dan akuntabel. Memberikan porsi kepada PT bisa jadi dianggap tidak mengikuti trending topic kekinian. Jika Jokowi tegas dan elegant memutuskan pengelolaan Blok Masela, maka dia sendiri juga menegaskan sinyal kemandirian dan kemerdekaan Jokowi dalam bersikap yang tidak terkontaminasi dengan kepentingan kontraktor yang berbau proyek, tapi mengedepankan kepentingan NKRI. ■mtq

Ayo Berbagi!