Generasi Muda Sebagai Komponen Penting Pembangunan Negara Di Era Digital

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Indonesia saat ini sedang memasuki era bonus demografi, di mana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif. Bonus demografi ini tentunya harus dikelola dengan baik menuju 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045. Adanya kemajuan teknologi dan revolusi industri membuat pemuda memiliki peran penting sebagai penggerak literasi digital guna menciptakan masyarakat yang makin cakap digital.

Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M selaku Anggota Komisi I DPR RI mengatakan bahwa literasi digital sangatlah penting bagi para pengguna internet untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi digital secara optimal dan bijak.

Menurutnya, berbagai macam informasi dapat ditemukan, diolah, disebarkan, dan dimanfaatkan secara mudah di platform digital.

“Hanya melalui jentikan jari sekarang kita sudah bisa mengakses segala informasi,” kata Hillary selaku narasumber pada Seminar Merajut Nusantara yang diselenggarakan oleh BAKTI Kemkominfo RI mengusung tema ‘Pemuda Penggerak Literasi Digital’ secara virtual, Jakarta, Senin (05/06/2023).

Saat ini Indonesia sedang menikmati bonus demografi, oleh karena itu pemuda harus memanfaatkan segala platform digital yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kecakapan digital dan literasi digital.

“Dengan adanya bonus demografi, diharapkan generasi muda dapat menjadi penggerak literasi digital,” ujar Hillary.

Hillary berharap, kegiatan seperti hari ini sangatlah positif untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pemahaman tentang literasi digital dan peran penting pemuda sebagai penggerak literasi digital.

Sementara itu, Pengamat Literasi Digital, Oratna Wati Br Singarimbun, S.H mengatakan bahwa generasi muda ini merupakan komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan.

“Pemuda seringkali dikaitkan dengan penggerak roda perjalanan suatu bangsa, bahkan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tidak diragukan lagi,” kata Ratna.

Ratna melanjutkan, peristiwa sumpah pemuda merupakan salah satu bukti bahwa pemuda Indonesia memiliki peran penting dalam perjuangan bangsa.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini sangat membantu generasi muda dalam mendapatkan kesempatan apapun yang jauh lebih mudah untuk berkontribusi terhadap negara.

“Kita sebagai generasi muda dapat membuat perubahan dengan menggunakan teknologi untuk belajar dan berkarya sejak dini. Sehingga dapat menciptakan inovasi baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup secara pribadi serta memberi manfaat bagi masyarakat sekitar,” ujar Oratna.

Media sosial mampu membagikan segala macam bentuk informasi seperti tulisan, audio bahkan video. Oratna menegaskan bahwa media sosial dapat dianggap memberikan kemudahan dan memiliki peran penting terhadap pengarang atau penulis untuk menyampaikan pesannya melalui karya tulisan yang dipublikasikannya melalui platform media sosial.

“Teknologi perlu dikuasai setiap anak muda, karena ini adalah pena dan kertas zaman ini, dan inilah lensa kita untuk merasakan banyak hal di dunia,” pungkas Oratna.

Sementara itu narasumber terakhir, Dr. Devie Rahmawati, M.Hum selaku Pegiat Literasi Digital memaparkan, dunia digital tidak akan menjadi berkah dan menjadi bencana apabila dalam penggunaanya lupa dengan etika, budaya, dan keamanan.

“Budaya penggunaan digital secara tidak sehat akan berdampak pada buruknya karakter masyarakat, seperti budaya miss-queen atau bersikap palsu, budaya tanpa privasi, baper, haus apresiasi, budaya sensasi dan kontroversi,” kata Devie.

Pada tahun 2018 para ahli mengatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang miskin. Devie menjelaskan, pada generasi ini lebih mengedepankan gaya hidup yang mewah, fear and missing out, dan menjadikan kepalsuan sebagai mata uang kehidupan digital.

“Bahkan beberapa generasi muda banyak yang mengajukan pinjaman online (pinjol) demi tampil keren di media sosial,” ujarnya.

Generasi muda juga kerap terjerat dengan pesona dunia digital, sehingga tidak sadar dengan lingkungan sekitarnya. Pegiat Literasi Digital tersebut menyimpulkan bahwa kebudayaan-kebudayaan negatif tersebut yang menjadikan generasi milenial sebagai generasi yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

“Jadilah pribadi yang berprestasi, bukan yang sebatas sensasi dan kontroversi,” harap Devie. *SS

Ayo Berbagi!