Fuad Bawazir: Utang Negara dan Utang BUMN Mencapai 6.175 T

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com – Pemerintahan Jokowi dicap paling getol berutang. Tak terkecuali BUMN pun dalam pembiayaan proyeknya juga berasal dari utang.

“Saya selalu mengingatkan bahwa dalam pengertian utang negara itu tidak atau belum termasuk utang BUMN,” kata Fuad Bawazir dalam keterangan tertulisnya yang diterima SwaraSenayan (7/6/2018).

Menurutnya, utang negara yang kini mencapai sekitar Rp 4.175 Triliun itu belum termasuk utang BUMN yang sekitar Rp 5.253 Triliun pada tahun 2018 ini. Sementara, oleh pemerintah utang BUMN ini diklasifikasikan sebagai utang swasta.

“Kalau utang pemerintah dan BUMN ini digabung sudah mencapai lebih dari Rp 9.400 Triliun atau sekitar 67% dari PDB,” bebernya.

Tetapi sebagian besar utang BUMN itu adalah utang perbankan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sudah mempunyai aturan main tersendiri sehingga layak bila dipisahkan dari utang negara. Sedangkan utang BUMN yang benar-benar dari pinjaman sekitar Rp 2.000 Triliun.

Dijelaskan Fuad bahwa pemisahan utang BUMN dari utang negara adalah cara Pemerintah mengecilkan beban utang negara. Padahal kalau BUMN gagal membayar kembali pinjaman atau utangnya itu, kemungkinan besar utang atau pinjamannya akan jadi beban negara alias APBN.

Sesungguhnya jika pemerintah konservatif, maka utang BUMN dari pinjaman Rp 2.000 Triliun tadi sebaiknya dicatat juga sebagai utang negara. Fuad menguraikan beberapa alasannya sebagai berikut:

Pertama, kalau BUMN gagal bayar utang /pinjamannya yang sekitar Rp 2.000 Triliun itu kemungkinan akan jadi beban negara atau APBN sebab pemerintah yang akan bayar.

Kedua, aset BUMN sudah tercatat senagai aset negara di Kementerian Keuangan, jadi kalau asetnya tercatat mestinya utangnya juga dicatat negara sesuai prinsip akuntansi yang berlaku.

Ketiga, sebagian utang BUMN itu juga karena penugasan dari negara jadi pemerintah harus konsekuen dan jujur mengakuinya sebagai contingent liability. Artinya kalau BUMN gagal bayar maka pemerintahlah yang akan menanggungnya.

Keempat, faktanya negara juga sering melakukan tambahan / suntikan modal ke BUMN melalui PMN (Penyertaan Modal Negara) yang dananya bermasalah dari APBN.

Dalam hitungan Fuad Bawazir, bila utang / pinjaman BUMN yang Rp 2.000 Triliun ini dimasukkan sebagai utang negara, maka jumlah utang negara adalah Rp 4.175 Triliun plus Rp 2.000 Triliun atau totalnya Rp 6.175 Triliun atau 44% PDB.

“Harusnya pemerintahan Jokowi yang terkenal berani berutang, sampai-sampai Menteri Keuangannya sering diplesetkan jadi Menteri Utang, tidak keberatan menggabungkan utang pinjaman BUMN ke dalam utang negara. Ini namanya prudent dan berhati-hati, katanya.

Karena itu, apabila Pemerintah keberatan memasukkan pinjaman BUMN sebagai utang negara, maka sekurang-kurangnya utang BUMN ini agar dicatat sebagai off balance sheet bersama atau sepanjang assetnya juga dicatat sebagai off balance sheet baik di Laporan APBN maupun Neraca Pemerintah.

“Sebaiknya DPR dan Pemerintah duduk bersama  membuat kejelasan dan kesepakatan atas perlakuan utang BUMN itu dengan mendengarkan masukan dari BPK,” pungkas Fuad. *SS

ADVERTISEMENT
Ayo Berbagi!