SwaraSenayan.om. Media yang berkembang pesat membawa masyarakat pada dunia tanpa batas, menjadi masyarakat modern yang up to date. Terlebih saat pandemi Covid-19, penggunaan gawai dan internet meningkat dibandingkan sebelumnya. Derasnya arus informasi membuat masyarakat dengan mudah dan cepat mendapatkan berita. Bahkan, beberapa berita yang masuk ke ruang publik merupakan berita bohong atau hoaks.
Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan dalam acara Webinar Forum Diskusi Publik dengan tema “Membangun Masyarakat Sadar Informasi, Mewujudkan Harmonisasi Melalui Budaya Kearifan Lokal di Era Adaptasi Kebiasaan Baru” yang diselenggarakan oleh Ditjen IKP Kemkominfo RI, Jumat (14/8/2020).
Menurut Farhan, kearifan lokal berperan penting dalam menangkal disinformasi yang beredar di tengah masyarakat. Pentingnya adab dalam berkomunikasi bisa menghilangkan massifnya penyebaran berita-berita yang membingungkan masyarakat.
Musyawarah dan gotong-royong pun perlu dilakukan untuk mendiskusikan informasi kepada pihak-pihak terkait yang memanfaatkan komunitas berbasis rukun tetangga.
“Masyarakat juga harus bisa mengendalikan diri dan mampu menahan untuk tidak mengamini suatu berita, sebelum kebenarannya terkonfirmasi secara utuh,” kata Farhan.
Selain itu, terang dia, komunitas berbasis rukun tetangga, pengajian atau kegiatan gotong-royong di tengah masyarakat pun dapat digunakan sebagai media kampanye untuk meningkatkan literasi informasi.
Ia pun meminta agar masyarakat, khususnya para generasi muda untuk tidak mudah percaya terhadap berita-berita yang belum terkonfirmasi. Masyarakat harus terlebih dahulu mengenali judulnya, cek fakta, cermati alamat situs dan cek keaslian fotonya.
Menurut dia, ada beberapa media yang bisa dijadikan rujukan dan sudah jelas terkonfirmasi seperti TVRI, Antaranews dan media mainstream lainnya yang sudah memiliki reputasi.
Ia menyebut bahwa berita-berita hoaks bisa membuat kecemasan di tengah masyarakat. Bahkan, pandemi pun bukan hanya berdampak pada kesehatan dan ekonomi, tetapi berdampak kepada psikologis masyarakat.
Menurut dia, hal yang paling hangat adalah teori konspirasi mengenai kebenaran Covid-19. “Beberapa masyarakat dibuat bingung dan kepercayaannya mulai terkikis,” ujar dia.
Ia menyatakan, fenomena hoaks dan teori konspirasi di tengah pandemi sangat berbahaya. Para peneliti di Universitas Munster Jerman menyimpulkan bahwa penyebaran teori konspirasi merupakan ancaman yang nyata.
Teori konspirasi mengafirmasi bias, dalam hal ini adalah memanfaatkan kerentanan masyarakat terhadap bias informasi. Oleh karena itu, media alternatif pun dapat berkontribusi pada kebingungan publik dengan membangun pandangan dunia yang kontradiktif, yang mencurigai dan mempertanyakan setiap pernyataan resmi dari pemerintah.
“Kita harus menyikapi isu ini secara proporsional sehingga tidak menghabiskan energi dan kontraproduktif, karena dengan mempercayai konspirasi justru tidak kunjung menyelesaikan persoalan wabah Covid-19,” pungkasnya.