DPR Kebut Pengesahan RUU Minerba, CERI: Untuk Kepentingan Tujuh Taipan Batubara

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Komisi VII DPR RI telah mengagendakan rapat kerja pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), Senin (11/5/2020) mendatang. Rapat diadakan secara protokol waspada Covid-19.

Komisi VII antara lain mengudang Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perindustrian dan Menteri Keuangan.

Adanya agenda Komisi VII DPR RI tersebut terungkap dalam salinan surat undangan kepada seluruh anggota Komisi VII yang diperoleh pada Rabu (6/5/2020).

Terkait agenda Komisi VII ini, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengungkapkan cepatnya pembahasan RUU Minerba di DPR menjadi indikasi benarnya pernyataan Najwa Sihab baru-baru ini.

“Melihat semangat dan cepatnya Panja RUU Minerba akan mengesahkan RUU Minerba bisa menjadi pembenaran terhadap apa yang disampaikan oleh Najwa Sihab di dalam rekaman youtube untuk tuan dan puan DPR,” kata Yusri.

Menurut Yusri, apa yang dilihat aneh oleh Najwa bahwa di saat pandemi Covid-19, bahwa Senayan malah lebih prioritas menelorkan kebijakan yang tak terkait Covid-19.

“Contoh nyata adalah bagaimana begitu kencangnya Panja RUU Minerba ingin mengesahkan menjadi UU, hari ini juga dilakukan kegiatan rapat kerja untuk persiapan pengesahan RUU Minerba menjadi Undang Undang pada 11 Mei 2020 itu, tak lain diduga hanya untuk mengamodir kepentingan taipan tambang”, beber Yusri.

Maka tak heran kalau menyimak kata ketua MPR Bambang Susatyo beberapa bulan yang lalu bahwa “para pemodal telah menguasai pemilik parpol-parpol”, sehingga tak perlu heran melihat kenyataan apa yang terjadi di Senayan saat ini.

Lebih lanjut Yusri mengutarakan, kejanggalan pembahasan RUU Minerba oleh DPR kali ini juga terlihat dari rentang waktu proses yang sangat cepat.

“Bagaimana mungkin 938 daftar inventaris masalah Minerba bisa diselesaikan dalam sembilan hari. Dibentuk Panja RUU 13 Februari 2020. Lalu pada akhir Februari 2020 sudah selesai pembahasannya, ini aneh,” ungkap Yusri.

Sebagai informasi, Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Simon F Sembiring mengutarakan, bahwa saat proses pembahasan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, membutuhkan waktu tak kurang dari dua setengah tahun. Menurut Simon, waktu pembahasan UU Minerba kala itu dilalui dengan perdebatan panjang, kajian mendalam, dan saling debat antara DPR dan Pemerintah kala itu.

Sebelumnya Yusri mengungkapkan bahwa apa yang disampaikan Najwa Sihab dalam video tersebut sangat patut menjadi renungan Komisi VII supaya bisa bertobat kembali ke jalan yang lurus di saat bulan Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan.

“Melihat kenyataan yang ada sampai saat ini, ternyata UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 itu sudah sangat ideologis dan konstitusional, sehingga tidak ada hal yang dijadikan alasan mendesak untuk membahas RUU Minerba ini oleh Panja di DPR saat ini, termasuk membahas kluster Pertambangan di Omnibus Law, kecuali hanya untuk kepentingan tujuh taipan batubara,” ungkap Yusri.

Malah, kata Yusri, jauh lebih baik dan bijaksana jika Komisi VII DPR memberikan saran ke Pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM terkait agar lebih sempurna sesuai isi maksud dan tujuan UU Minerba.

“Sebab, dari aturan yang sudah ada saja, ternyata pejabat di Kementerian ESDM cq Ditjen Minerba tak mampu juga menerapkan secara tegas dan konsekwen, faktanya konsentrat dari PT Freeport Indonesia dan PT Aman Mineral Sumbawa dan lain-lain juga masih diekspor ke luar negeri sampai hari ini, apakah itu tidak melanggar Pasal 102, 103 dan 170 UU Minerba?,” tanyanya keheranan.

Seharusnya, kata Yusri, sejak awal tahun 2014 sudah dilarang ekspor mineral mentah, karena harus sudah diolah di smelter dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah.

“Bahkan membahas RUU Migas jauh lebih penting daripada membahas RUU Minerba, paska putusan Makamah Konstitusi pada 13 November 2012 telah membatalkan beberapa pasal didalam UU Migas nomor 22 tahun 2001 yang berakibat dibubarkan BP Migas dan hanya berlandasan Peraturan Presiden dibentuk SKK Migas, kerapuhan posisi hukum SKK Migas inilah harusnya jadi perhatian DPR,” pungkas Yusri. *SS

Ayo Berbagi!