Djafar Badjeber: Kalau ‘Tagar-tagaran’ Silahkan, Kalau Model Gerakan Jalanan Harus Dicegah

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Setelah aksi lapangan #2019GantiPresiden digagalkan di Pekan Baru dan Surabaya dalam 2 hari terakhir, menimbulkan polemik di masyarakat. Bagi yang pro gerakan ini menganggap negara demokratis diciderai dengan otoriternya penguasa dan pihak kepolisian dianggap kurang adil dalam menyikapi gerakan ini.

Sementara di pihak yang kontra, menganggap gerakan ini sudah mengarah kepada makar dan akan menggulingkan pemerintahan yang sah. Gerakan ini dianggap melanggar Undang-Undang Pemilihan Umum. Bahkan, gerakan tersebut bisa pula dijerat UU soal makar. Karena sudah diatur dalam mekanisme pergantian kepemimpinan nasioinal, kalau mau ganti presiden itu melalui mekanisme pemilu, bukan dengan cara-cara pengerahan massa seperti itu.

“Dalam sistem demokrasi, ada aturan mainnya. Melalui pemilu lah aturan itu bisa dilakukan untuk mengganti presiden secara sah. Bukan dengan model gerakan jalanan yang bisa membuat situasi gaduh terus,” tegas Djafar Badjeber Wakil Direktur Penggalangan dan Penjaringan Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf Amin kepada SwaraSenayan, Senin (27/08/2018).

Gerakan #2019GantiPresiden menurut Djafar selama eksis di ruang dunia maya melalui gerakan “tagar-tagaran” dianggapnya masih biasa saja, masih bisa ditolerir. Lain halnya gerakan ini sudah diaktualkan ke ruang publik di dunia nyata, aksi politik turun ke jalan tersebut dikhawatirkan membuat rusuh yang berpotensi membuat gaduh dan akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Memang patut dicurigai, bahwa gerakan ini memiliki agenda tersembunyi, tidak hanya politis agendanya, ada target lain yang menjadi misi besarnya. Sebab kalau secara politis kan bisa digerakkan oleh partai oposisi. Nyatanya, gerakan politis dari partai oposisi adem-adem saja tuh. Yang pasti, gerakan ini melebihi gerakan politis oleh partai-partai oposisi karena lebih sistematis, massif dan progresif,” tegas Djafar yang juga sebagai politisi Partai Hanura.

Diakui Djafar, belum pernah dalam sejarah pemerintahan sebelumnya ada gerakan semacam ini. Gerakan ini tidak hanya mengancam eksistensi Presiden Jokowi, tapi lebih jauh dari itu gerakan ini sudah mengundang konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat.

“Gerakan ganti presiden membuat rakyat saling berhadap-hadapan. Ini bisa berbahaya dan memicu kekisruhan serta kegaduhan di tengah masyarakat. Bawaslu harus segera bertindak, jangan sampai model kampanye terselubung ini semakin menciderai sistem kampanye kita selama ini yang relatif sejuk dan damai,” pinta Djafar.

Karena itu, Djafar meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas apa yang menjadi motif gerakan ini. Siapa aktor-aktor dibalik gerakan ini harus diungkap ke publil, biar jelas afiliasi politiknya.

“Kalau ini menjadi gerakan politis, ya silahkan ikuti mekanisme dan etika berkampanye yang sudah diatur oleh penyelenggara pemilu. Jangan mendahului kampanye dan melakukan tindakan provokasi, karena itu sudah memenuhi unsur pidana,” kata Djafar. *mtq

Ayo Berbagi!