SwaraSenayan.com. Pengacara LBH Jakarta, Arif Maulana menilai langkah Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang memuat pengaturan sanksi tindakan berupa kebiri kimia adalah langkah yang tidak tepat dan tidak efektif untuk mengatasi masalah kekerasan seksual yang terjadi di tanah air.
“Bahwa tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa praktik kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual berbanding lurus dengan menurunnya angka kekerasan seksual. Dari penelitian yang dilakukan oleh Heim&Hursch, 31% dari pelaku kejahatan seksual yang dikebiri masih dapat merasakan gairah seksual dan melakukan seksual intercourse,” ujar Arif kepada SWARA SENAYAN, Kamis (26/5/2016).
Karena itu, lanjut dia, masalah penting dari kasus kekerasan seksual bukanlah sekedar seks, tetapi masalah dominasi seksual terhadap perempuan. “Bahwa semestinya pemerintah melakukan pendekatan struktural dalam menanggulangi permasalahan ini dengan menekankan pada pendidikan sex usia dini dan pendidikan gender bagi masyarakat Indonesia,”
Sementara itu, menurut Pengacara LBH Jakarta Ichsan Zikry, tindakan kebiri kimia selain terbukti tidak tepat dan efektif untuk menekan angka kekerasan seksual, juga tidak tepat dari sudut pandang tujuan pemidanaan. Karena menurut dia, sanksi tindakan idealnya ditujukan untuk memperbaiki si pelaku.
“Namun dalam hal ini, pengkebirian sebagai bentuk sanksi tindakan sangat diragukan efektifitasnya untuk memperbaiki pelaku kejahatan kekerasan seksual. Dengan pengkebirian, justru dapat merusak psikis dan fisik pelaku kejahatan,” ungkap Ichsan.
Ichsan juga berpendapat bahwa tingginya ancaman hukuman, termasuk ancaman pengkebirian tidak ada korelasinya dengan mencegah potensi terjadinya kekerasan seksual. “Setinggi apapun ancaman hukumannya apabila penegakan hukumnya lemah, tidak akan efektif menanggulangi kejahatan. Kenyataannya, justru begitu banyak kasus kekerasan seksual yang mandek dan berakhir dengan tidak diadilinya pelaku kejahatan,“ terangnya.
Selain diragukan efektifitasnya dalam menanggulangi kekerasan seksual, pelaksanaan kebiri sebagai sanksi tindakan adalah bentuk sanksi yang melanggar Hak Asasi Manusia jika mengacu pada ICCPR dan Convention Anti Torture (CAT), Pengkebirian dapat dikategorikan sebagai corporal punishment, hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.
Kebijakan sanksi kebiri terlihat sebagai langkah populis dibanding langkah efektif untuk menanggulangi kekerasan seksual. Kegagalan pemerintah dalam mendidik masyarakat, melindungi korban, melaksanakan penegakan hukum yang efektif dan mengelola lembaga pemidanaan dengan baik ditutupi dengan kebijakan kebiri yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dasar dan tujuannya.
Sebab itu, pihak LBH Jakarta menyampaikan keberatannya dan mengecam disahkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 terkait dimasukkannya sanksi tindakan kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual. Selaiin itu, LBH Jakarta juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak Perpu Nomor 1 Tahun 2016.
Selain itu, LBH juga didesak mendesak Pemerintah untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual dengan cara-cara yang efektif, bertujuan untuk mencegah dan melindungi korban kekerasan seksual, dengan tetap memperhatikan hak asasi manusia tersangka.■mrf