SwaraSenayan.com. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 telah dikeluarkan oleh pemerintah pada 31 Maret 2020 yang menuai kontra di kalangan publik dan DPR.
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI telah mengelar Rapat Kerja untuk pembahasan dan pengambilan keputusan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada hari Senin, 4 Mei 2020 lalu.
Menyikapi hal tersebut, anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ir. H. A. Junaidi Auly, MM. menjelaskan bahwa fraksi nya secara konsisten menyampaikan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memiliki potensi melanggar konstitusi.
“Ya, Perppu tersebut memiliki potensi melanggar konstitusi. Selain itu, terdapat beberapa pasal yang dinilai tidak sesuai dengan semangat penanggulangan pandemi Covid-19 itu sendiri,” tegasnya kepada redaksi SwaraSenayan (6/5).
Junaidi Auly juga mengkritisi pelaksanaan program pemulihan ekonomi yang lebih dikedepankan ketimbang program kesehatan dan jaminan sosial.
“Program economic recovery hanya bisa berjalan ketika rakyat berhasil diselamatkan. Sehingga insentif pemerintah terhadap kesehatan dan jaminan sosial adalah hal yang penting dan sangat mendesak dan harus menjadi prioritas sebelum program pemulihan ekonomi,” terangnya.
Baca Juga: https://www.swarasenayan.com/dpr-menjadi-lembaga-penggembira/
Seperti tertuang dalam pasal 11 tentang pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional, kemudian pemerintah mengeluarkan Perpres No 54 yang menyebutkan adanya tambahan belanja dan pembiayaan sebesar Rp. 405,1 triliun yang terdiri atas insentif kesehatan Rp. 75 triliun, insentif social safety net Rp. 110,1 triliun, insentif terhadap industri Rp. 70,1 triliun, dan insentif pemulihan ekonomi Rp. 150 triliun.
“Dari postur anggaran tersebut, terlihat jelas pemerintah belum fokus dalam penanganan pandemi Covid-19 dan jaminan sosial. Prosentase insentif pemulihan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan insentif kesehatan dan jaminan sosial,” tegas wakil rakyat dari Dapil Lampung II.
Junaidi Auly melanjutkan, bahwa kebijakan Perppu belum memperlihatkan keberpihakan terhadap kelompok masyarakat mendekati miskin, rentan dan terdampak. Perppu No. 1 Tahun 2020 tidak memberikan banyak ruang bagi perlindungan masyarakat berpenghasilan terendah yang terdampak yang belum masuk pada program PKH dan Kartu Sembako.
“Bahka tidak ada satu pasal secara eksplisit yang terkait dengan kebijakan terhadap kelompok masyarakat mendekati miskin, rentan dan terdampak tersebut. Sehingga alokasi Rp. 405 triliun dikhawatirkan tidak akan banyak membantu bagi kehidupan mereka dan juga pada masa pemulihan nantinya,” ungkapnya.
Baca Juga: https://www.swarasenayan.com/jalan-mulus-bagi-koruptor-pengidap-moral-hazard/
Karena itu, dengan pertimbangan minimnya keberpihakan Perppu tersebut pada kepentingan masyarakat bawah, maka Fraksi PKS tegas menolak Perppu No. 1 Tahun 2020. Namun demikian, Fraksi PKS tetap mendukung ketersediaan dana untuk penanganan Covid 19 serta dampaknya, baik biaya penanganan wabah Covid-19 maupun dampak ekonomi kepada rakyat, UMKM, sektor ekonomi lainnya.
“Fraksi PKS mendorong pemerintah agar mengganti Perppu 1/2020 dengan Perppu Penanganan Covid-19 yang mengedepankan kepentingan rakyat secara luas,” pungkasnya. *mtq