Oleh: Muslim Arbi (Koordinator Warga Pencari Keadilan)
SwaraSenayan.com – Dua panggilan telepon saya terima dari Agus Kalimulya dan Asmawi Mangkualam dari Bojong. Kedua nya adalah Ahli Waris dari sebagian Tanah Warga seluas 127 ha yang diduduki dan dikuasai oleh RRI Cimanggis.
Tanah tersebut adalah hak milik sah berdasarkan Keterangan Tanah Adat yang dimiliki oleh 314 Kepala Keluarga.
Hari ini, Presiden Joko Widodo meresmikan peletakkan batu pertama untuk pembangun Kampus yang kata nya di atas lahan seluas 152 Ha. Jika itu di lakukan maka tanah seluas 127 di sekitar nya pasti akan terpakai.
Tanah seluas 127 Ha milik warga dari 314 Kepala Keluarga itu belum di selesaikan pembayaran nya oleh pemerintah. Jadi, pemerintah jangan sewenang-wenang mau menggunakan lahan warga tanpa dibayar, ujar Asmawi sebagai Koordinator Warga Pencari Keadilan atas Tanah Mereka.
Asmawi protes keras, jika Tanah Kakek nya itu di ambil paksa oleh Pemerintah tanpa di bayar. Di Negara Komunis seperti China saja, Pemerintah nya gunakan Tanah Rakyat nya di bayar dulu. Kita Negara Pancasila, maka tidak boleh main ambil paksa Tanah Rakyat, protesnya.
Sudah sejak lama Asmawi Mangkualam, Agus Kalimulya, Advokat Ua Rustam, di bawah Koordinator Muslim Arbi dan sejumlah Warga sudah lakukan upaya maksimal untuk mendapat kembali tanah mereka. Tapi, pemerintah seperti tidak bergeming. Padahal itu jelas-jelas Tanah Adat berdasarkan surat Girik yang mereka miliki.
Sebagian Tanah yang dimiliki Warga dari 127 Ha itu, sudah di pakai Tol Cijago dan sekarang sudah beroperasi. Tapi tanah seluas 11 Ha itu belum dibayar oleh pihak Pengelola Tol.
Sudah berbagai upaya di lakukan Warga dengan cara melakukan Perlindungan Hukum ke Kepolisian, menyurati Presiden Joko Widodo dan Wapres Yusuf Kalla, Kementrian Agama dan Kementrian Infokom tapi warga belum mendapatkan kepastian atas hak-haknya.
Jika Pemerintah Joko Widodo mau gunakan Tanah Warga itu harus memperhatikan hak-hak kepemilikan atas tanah tersebut. Apalagi Presiden berjanji mau mengembalikan hak-hak Rakyat atas tanah mereka. Jangan sampai Presiden dianggap Rakyat sebagai Tukang Bohong, dengan janji-janji yang kedengarannya manis di telinga. Tapi pada prakteknya tidak sesuai, keluhan beberapa Warga Pemilik Tanah tersebut.
Upaya Warga sudah pernah ke Ombudsman Republik Indonesia. Dan Ombudsaman sendiri sudah memberikan verifikasi atas Lahan Warga Cimanggis Depok itu dan dalam surat itu sudah ditembuskan ke sejumlah Instansi terkait. Jika surat Ombudsman sendiri tidak di hargai kenapa Pemerintah masih mengakui keberadaan Ombudsman sebagai lembaga Negara?
Sebetulnya sudah berkali-kali hal ini ditulis di media. Tapi, Pemerintah seperti Penguasa yang buta dan tuli atas suara Rakyat nya? Suara-suara pencari Keadilan semakin tidak didengar lagi. Apalagi yang mau dibangun adalah Kampus Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII). Tiga nama sekaligus; Islam-Indonesia-Internasional. Sangat memalukan jika Lahan Kampus nya di dapat dari Tanah Warga secara terpaksa. Kami akan berjuang terus sampai mendapatkan Hak-Hak Kami, teriak Asmawi Mangkualam.
Pemerintah jangan seenak nya saja, kalau mau pakai Tanah Orang, cetus Warga Pemilik Tanah yang lain.
Perjuangan Warga ini akan di lakukan terus. Apalagi Tanah bagi Warga adalah terkait Hak-Hak Kepemilikan dan Hak Azasi, sampai ke Komisi Tinggi HAM PBB pun akan dilakukan, jika saja Penguasa tidak mau lagi mendengarkan Suara-Suara Mereka. *SS