Oleh: Anhar Nasution, Anggota DPR RI 2004 – 2009
SwaraSenayan.com. Sebagai mantan anggota DPR RI, saya merasa terusik ketika membaca klausul 3 ayat dari pasal 27 Bab V PERPPU Kebijakan Keuangan Negara. Sebelum saya menyeru dan mengetuk hati nurani anggota dewan yang terhormat, mari kita baca bunyi ayat terseebut.
BAB V: KETENTUAN PENUTUP, Pasal 27, ayat (1) Biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan / atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonnmian dari krisis dan bukan kerugian negara.
Ayat (2), Anggota KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai kementrian keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta lembaga penjamin simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3), Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara.
Baca juga: https://www.swarasenayan.com/perppu-12020-indikasi-sarana-perampokan-uang-rakyat/
Kata “kebijakan” yang mendahului kata “Keuangan Negara” pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menurut hemat saya sangat perlu untuk diperdebatkan. Mengingat kebijakan yang akan diambil terurai jelas pada bab, dan pasal-pasal, serta ayat dalam PERPPU ini yang hampir semuanya memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk melakukan banyak hal tentang pengelolaan dan keuangan negara yang menurut hemat saya cenderung powerfull dan tanpa pengawasan sama sekali dari DPR RI bahkan dalam menjalankan kebijakannya pun pengelola dari PERPPU ini tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana bahkan untuk ke PTUN pun tidak diperbolehkan sama sekali, hanya dengan dalih itikad baik.
Sangat luar biasa ini PERPPU seolah-olah semua pelaksana dari PERPPU ini adalah malaikat atau manusia-manusia super alim yang tidak memiliki hawa nafsu dan tidak silau dengan begitu banyaknya uang yang dikelola dengan kebijakan-kebijakan untuk “menjarah, merampas dan menguras” harta negara dan bahkan hutang dengan menggadaikan aset-aset bangsa.
Saya menjadi tidak paham ketika saya dulu masih menjadi wakil rakyat ada banyak anggota yang terhormat dari sebuah partai yang menamakan diri mereka sebagai partai oposisi, ketika ada hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak terutama wong cilik, mereka berteriak lantang bahkan menyuarakan kepedihan rakyat dalam sidang-sidang terhormat dengan meneteskan air mata, dan bahkan tidak jarang mereka sampai keluar dari ruang sidang yang terhormat itu secara bersama-sama demi memperjuangkan hak-hak rakyat. Luar biasa. Saya salut, saya kagum dan bangga. Saya banyak belajar dari hal itu.
Seiring berjalannya waktu, kelompok oposisi itu kini beralih menjadi kelompok penguasa bahkan ada ungkapan “10 tahun kami puasa wajar dong sekarang kami menikmati”. Kalimat ini beberapa kali suka kita dengar dan itu sangat lumrah dalam dunia politik.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa ketika partai oposisi ini berubah menjadi partai penguasa, muncul lah kelompol lain yang secara malu-malu kucing menyatakan kelompok oposisi walau ada pula kelompok oportunis itu biasalah dalam dunia politik. Hanya saja kelompok oposisi yang malu-malu kucing ini dalam membela kepentingan rakyat suaranya “nyaris tak terdengar” dan bahkan pada saat ketika tidak kuat lagi menahan lapar puasa politik, mereka dengan tidak malu-malu nya menjadi partai pendukung pemerintah.
Tinggallah sekelompok kecil saja lagi yang dengan “malu-malu kucing” tadi menyatakan kami masih tetap konsisten mengkritisi pemerintah, Alhamdulillah barakallah.
Yang mau saya pertanyakan dengan tegas adalah ketika pemerintah mengusulkan PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara yang dipoles seolah-olah PERPPU COVID 19 agar bagi rakyat terkesan pemerintah sungguh-sungguh melindungi dan menyelamatkan rakyatnya.
Apakah anggota dewan yang terhormat, baik bagi mereka-mereka yang dulunya bercucuran air mata ketika memperjuangkan hak-hak rakyat maupun bagi mereka-mereka yang sekarang menjadi anggota DPR RI yang berada di luar pagar, yang mengklaim oposisi malu-malu kucing.
Apakah bapak/ibu yang terhormat sudah membaca materi PERPPU ini? Pahamkah saudara bahwa dengan PERPPU ini tidak ada lagi hak pengawasan pada diri kalian. Sadarkah bahwa dengan PERPPU ini kalian tidak punya hak lagi untuk mewakili rakyat yang memilih kalian dalam rangka menyuarakan kepentingan mereka. Jika itu kalian sadar maka harusnya kalian juga tahu bahwa manusia yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam rangka mengemban amanah rakyat, maka neraka jahannam adalah tempat yang layak bagi mereka.
Untuk itu, saudaraku anggota dewan yang terhormat wakil rakyat yang dimuliakan Allah (Insya Allah), sebelum nasi jadi bubur, bacalah dengan teliti, pelajarilah dengan seksama dan pahamilah dengan dengan hati nurani materi rancangan “PERPPU COVID19” yang diajukan pemerintah kepada DPR untuk disetujui menjadi Undang-Undang.
Saran saya, tolak PERPPU COVID 19 ini dan kembalilah ke jalan yang benar bahwa saudara-saudara ku dipilih dan mendapat amanah dari dan oleh rakyat Indonesia, saudara-saudara ku adalah manusia-manusia terpilih hanya 575 orang dari 230 juta lebih bangsa Indonesia. Allahu Akbar. Merdeka..!! *SS