Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Ketua Network for South East Asian Studies / NSEAS
SwaraSenayan.com. Kemiskinan adalah salah satu masalah pokok bagi rakyat di negara “terbelakang” atau “sedang berkembang” seperti Indonesia. Negara baik secara konstitusional maupun kebijakan pembangunan harus mampu mengatasi kemiskinan.
Begitu juga bagi penguasa negara, Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota, harus mampu mengatasi kemiskinan, setidaknya mengurangi jumlah rakyat miskin. Indikator keberhasilan penguasa negara dapat diukur dari kemampuan mengurangi jumlah rakyat miskin.
Ahok adalah Gubernur, tergolong penguasa`negara di lingkungan DKI Jakarta. Sebagai pembantu Presiden dan Eksekutor di DKI Jakarta, Ahok juga harus mampu mengatasi kemiskinan, atau setidaknya mengurangi jumlah rakyat miskin DKI.
Dari indikator kemampuan mengurangi jumlah rakyat miskin DKI, Ahok tergolong “gagal”. Jumlah rakyat miskin DKI meningkat terus menerus dari tahun ke tahun. Kegagalan Ahok urus rakyat miskin bisa jadi alasan rakyat mengapa Ahok tidak layak untuk terus jadi Gubernur DKI. Lihatlah data, fakta dan angka kegagalan Ahok berikut ini.
DPRD DKI Jakarta memberikan raport merah kepada Pemerintahan Ahok.Salah satunya, kenaikan angka kemiskinan dari 371 ribu pada tahun 2013 meningkat menjadi 412 ribu pada tahun 2014.
Satu sumber resmi lain tunjukkan, jika jumlah rakyat miskin DKI tahun 2012 sebanyak 363.200 orang, tahun 2015 menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. Sementara Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat tajam antara tahun 2014 ke tahun 2015 dari 0,39 ke 0,52.
Data resmi lain juga menegaskan, rakyat miskin DKI kian meningkat. Jumlah rakyat miskin Maret 2014 sebesar 393,98 ribu orang, dibanding Maret 2015(398,92 ribu orang), meningkat 4,94 ribu. Garis kemiskinan (GK) Maret 2015 sebesar Rp. 487.388 per kapita, lebih tinggi dari garis KemiskinanSeptember 2014 sebesar Rp. 459,560 per kapita per bulan.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase rakyat miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah rakyat miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Yang paling parah adalah Indeks Keparahan Kemiskinan DKI meningkat dari 0,7 pada tahun 2014 menjadi 0,10 pada 2015. Jika dibandingkan dengan Maret 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan kemiskinan DKI mengalami peningkatan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,130 pin dari 0,387 pada Maret 2014 menjadi 0,517 pada Maret 2015. Begitu juga dengan Indeks Keparahan kemiskinan naik sebesar 0,035 poin, yaitu dari 0,069 pada Maret 2014 menjadi 0,104 pada September 2015.
Sebagaimana jumlah rakyat nganggur DKI, semua data, fakta dan angka rakyat miskin DKI di atas, menujukkan kegagalan Ahok sebagai Gubernur DKI dalam melaksanakan kewajiban menyejahterakan rakyat. Para pendukung “buta” Ahok perlu memahami dgn jernih hati dan pikiran tentang “realitas obyektif” Ahok gagal atau tak mampu mengurangi rakyat miskin DKI ini. ■ss