Kontemplasi “Kesejahteraan” yang Sekadar Janji

Ayo Berbagi!

janji-kampanyeOleh: Ghani Alfandy (Mahasiswa Peduli Negeri)

SwaraSenayan.com. Pilkada langsung akan menjadi salah satu kegiatan yang paling ditunggu-tunggu oleh para politisi  di negeri ini. Beberapa daerah sudah ancang-ancang, tahun 2016 merupakan tahun politik dan konflik menuju 2017. Seluruh partai politik sudah bersiap-siap mulai dari mendaftarkan calon kepala daerahnya di KPU daerah setempat hingga mulai menggunakan berbagai media untuk melakukan kampanye. Indonesia kembali ramai.

Situasi pemilu ini sering disebut agenda pesta demokrasi terbesar, karena secara pemahaman umum yang terdapat di masyarakat demokrasi ini sering disamakan dengan kegiatan pemilu. Padahal apabila kita lebih jeli mengamati keadaan sebenarnya hanya pengalihan arti saja yang terjadi yaitu arti dari demokrasi yang disamakan dengan kegiatan pemilu atau pemilihan umum. Padahal didalam proses pemilu ini terjadi banyak sekali tipu daya dari para calon peserta pemilu. Apabila lebih difokuskan maka musim pemilu merupakan musim pesta demokrasi dan juga ajang untuk menipu masyarakat oleh para calon, meski ini tidak bisa digebyahuyah.

Sering kita dengar berbagai semboyan dan visi misi dari para calon yang selalu mengusung kesejahteraan bagi semua rakyat Indonesia, mulai dari harga sembako murah, sekolah gratis, dana bantuan gratis, hingga kenaikan gaji bagi para pekerja buruh. Lantas, apakah janji itu dipenuhi? Atau sekadar basa-basi?

“Jangan hanya pada kampanye saja disampaikan soal kesejahteraan dan kemakmuran tetapi harus dibuktikan ketika menjabat,” demikian dikatakan Harry Azhar Azis Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Workshop Nasional Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi dan Kabupaten di Jakarta, Rabu (14/12/2016). Hal ini muncul karena banyak sekali calon yang sering berkomitmen untuk mensejahterakan masyarakatnya tetapi begitu terpilih, mereka seakan akan menjadi amnesia atau lupa ingatan terhadap apa yang telah dijanjikan kepada mayarakat pada saat kampanye. Dengan mudahnya para calon untuk menyampaikan janji kesejahteraan kepada masyarakat dan masyarakat dengan mudahnya termakan oleh janji kesejahteraan yang disampaikan oleh para calon tersebut.

Sebagai masyarakat biasa hanya bisa berharap apabila pemimpin daerah mereka berganti maka berganti pula kesejahteraan mereka. Tetapi kenyataan ketika para calon yang telah terpilih sudah menjabat sebagai pemimpin keinginan masyarakat pun akhirnya terjadi yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat berubah yang kaya menjadi semakin kaya sedangkan yang tidak mampu menjadi semakin miskin.

Menurut Harry Azhar Azis ketua Badan Pemeriksa Keuangan dalam workshop tersebut, politik anggaran harus menjadi instrumen dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perlu sejumlah indikator untuk mengukur penggunaan keuangan negara dengan kesejahteraan masyarakat. Sesungguhnya tidak hanya politik anggaran saja yang menjadi usaha untuk menjadikan kesejahteraan masyarakat benar-benar terealisasikan dengan baik tetapi butuh orang dan sistem yang mendukung untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat tidak hanya sekedar janji. Kesejahteraan masyarakat akan benar-benar terealisasikan apabila pemerintah daerah bisa melayani masyarakatnya dengan baik. Melengkapi sandang, pangan, dan papan masyarakatnya terpenuhi dengan baik. Hal ini dapat tercipta apabila calon kepala daerahnya memiliki ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT.

Selain memiliki ketaqwaan juga perlu adanya sistem serta aturan yang baik pula yang bisa benar-benar memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat tidak hanya masyarakat ekonomi atas, tetapi seluruh masyarakat baik yang ekonomi bawah, menengah, dan juga tinggi. Hanya sistem dan aturan ekonomi islam yang dapat memberikan kepastian kesejahteraan kepada masyarakat. Jadi, bagaimana apakah masih percaya dengan janji kesejahteraan pada sistem sekarang ini? Atau lebih percaya dengan janji kesejahteraan dengan sistem dan aturan Islam yang kaffah? Pilihan ada pada anda. *SS

Ayo Berbagi!